Pelecehan Seksual Melonjak karena Hukum Melunak

Admin
1.342 view
Pelecehan Seksual Melonjak karena Hukum Melunak
Ilustrasi (Foto: Internet)

DATARIAU.COM - Kabar pelecehan seksual pada beberapa kampus kerapkali bermunculan akhir-akhir ini. Salah satu yang paling menarik perhatian yaitu pelecehan seksual di kampus Universitas Riau. Terdakwa pelaku bernama Syafri Harto yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Universitas Riau ternyata dibebaskan dari vonis. Korbannya, LM, yang
merupakan mahasiswi dari jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Universitas Riau, masih berjuang menuntut keadilan.

Tepat pada tanggal 4 November 2021 kasus ini menjadi viral setelah Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Riau (KOMAHI UR) mengunggah video pengakuan korban di Instagram. Korban mengaku dilecehkan ketika sedang bimbingan proposal skripsi. Awalnya Syafri Harto mengatakan “I love you”, kemudian ketika korban hendak berpamitan pulang, Syafri Harto langsung menyentuh badan korban lalu mencium pipi sebelah kiri dan kening korban (dilansir dari beberapa media).

Ketimpangan Perlindungan Hukum


Indonesia adalah Negara hukum, namun demikian di negara hukum pun tetap terjadi ketimpangan perlindungan hukum. Walaupun sudah ada perlindungan hukum di Indonesia. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban pelecehan seksual diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban. Perlindungan hukum tentunya dapat melindungi hak-hak korban tanpa terjadinya intimidasi. Namun, yang terjadi beberapa waktu lalu, korban dipaksa bungkam oleh pihak pelaku. Pihak Syafri Harto mengancam akan melaporkan korban kepada pihak yang berwajib karena telah mencemarkan nama baiknya, dan meminta denda berupa uang 1 Milyar Rupiah.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi juga ikut serta menjamin dan mendukung korban agar mendapat hak-hak perlindungan hukum. “Kami akan terus berupaya memastikan terlaksananya hal-hal yang sudah diatur dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, yaitu penanganan kasus kekerasan seksual dengan perspektif korban”. (dilansir Instagram @matanajwa 18 Maret 2022).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2022. UU ini ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 120. Pembaruan hukum ini bertujuan agar dapat mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan seksual,menangani, melindungi serta memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku, serta menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.

Hukuman Pelecehan Seksual


Pelecehan seksual atau perbuatan cabul dalam KUHP telah diatur dalam Buku Kedua tentang kejahatan. Pada Bab XIV mengenai kejahatan kesusilaan diatur pada pasal 281 sampai 303. Perbuatan yang dimaksud dimaknai sebagai semua perbuatan yang dianggap menyimpang dari kesopanan atau kesusilaan dan dapat dimasukkan dalam perbuatan cabul. Di Indonesia pelecehan seksual akan dijerat pasal pencabulan yaitu pasal 289-296 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dengan hukuman paling lama 5 tahun penjara. Ketika korban telah mendapatkan bukti-bukti yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku perbuatan cabul di hadapan pengadilan. Namun, apakah penegakkan hukum pelecehan seksual di Indonesia sudah berjalan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)?

Dalam menanggapi kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi di Kemendikbud Ristek akan mengusut kasus ini dengan mengacu pada Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 (dikutip dari BBC News Indonesia). Peraturan itu mengatur sanksi administratif berat yang meliputi pemberhentian tetap sebagai mahasiswa atau pemberhentian tetap dari jabatan tenaga pendidik. Setiap kampus juga diminta untuk menyediakan layanan kekerasan seksual, melatih mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta melakukan sosialisasi secara berkala terkait pedoman pencegahan kekerasan seksual di kampus.

Apabila terjadi kasus kekerasan seksual yang melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 6 maka pelakunya akan dipenjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau dipidana denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) jika pelakunya terbukti melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaan yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat.

Ketidakadilan Putusan Hakim


Pada tanggal 30 Maret 2022, kasus pelecehan seksual yang terjadi di salah satu kampus di Riau telah mendapatkan putusan hakim bagi pelaku. Awalnya Syafri Harto telah dijadikan tersangka, namun putusan tersebut malah putusan pembebasan yang diberikan oleh Hakim. Ini banyak mendapat kecaman dari berbagai pihak salah satunya dari Ibu Susi Pudjiastuti (mantan
Menteri Kelautan). Dikutip dari komentar Twitter "Selama pelaku pelecehan dibiarkan bebas selama itu pula pelecehan akan terus terjadi di kampus dan tempat-tempat lainnya," tegas Susi dalam akun Twitternya, @susipudjiastuti, Jumat 1 April.

Ketidakadilan tentunya sudah terlihat di depan mata, pembebasan bukan merupakan keputusan yang tepat, namun menurut hakim unsur dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terpenuhi. Dengan alasan itulah hakim menyatakan pelaku mendapat pembebasan hukum. Tetapi banyak pihak yang menyayangkan putusan tersebut, termasuk mahasiswa-mahasiswi Universitas Riau yang kecewa dengan putusan tersebut, menurut mereka putusan hakim tersebut sangat tidak adil. Kekecewaan itu sangat terlihat ketika mahasiswi Universitas Riau ini menyaksikan putusan hakim tersebut, semua mahasiswi menangis. Putusan hakim yang seperti itulah yang dapat membungkam semua kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus. Karena tidak mendapatkan keadilan, bahkan dianggap tidak memiliki bukti yang kuat, padahal korban sudah terbebani mentalnya oleh perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)