Hukum Memviralkan Orang yang Berutang di Media Sosial

Ruslan
4.107 view
Hukum Memviralkan Orang yang Berutang di Media Sosial
Foto: hukumonline.com

PERTANYAAN

Adakah hukum memviralkan orang yang berutang di media sosial? Bisakah saya dipidana jika memviralkan utang orang lain lewat media sosial? Sebelumnya sudah ada rekaman perjanjian kalau tanggal sekian tidak dibayar, maka akan diviralkan, dan ada persetujuan dari yang bersangkutan. Apakah saya masih bisa dituntut?

JAWABAN

Sebelum membahas hukum memviralkan orang yang berutang di sosial media, mari simak makna dari viral dan memviralkan terlebih dahulu.

KBBI mengartikan viral sebagai menyebar luas dan cepat seperti virus. Terminologi ini umumnya dipakai di dunia maya. Berdasarkan definisi tersebut, berarti memviralkan adalah upaya agar suatu informasi menyebar dengan luas dan cepat.

Sesuatu yang viral bisa bersifat positif. Misalnya, ada kejadian kecelakaan lalu lintas yang diviralkan, sehingga petugas keselamatan dan lalu lintas segera meluncur dan datang untuk memberikan pertolongan.

Namun, hal yang viral bisa juga bersifat negatif, seperti dalam kasus Anda. Akibat adanya utang yang diposting dan menyebar dengan cepat, pihak yang berutang menjadi malu dan tercemar namanya.

Untuk viral yang positif, masyarakat atau individu yang terlibat umumnya menerima saja. Yang menjadi masalah adalah jika postingan itu membuat nama tercemar dan yang bersangkutan tidak menerimanya karena sangat malu. Lantas, apakah perbuatan tersebut dapat dijerat hukum?

Hukum Memviralkan Utang di Media Sosial

Terkait perbuatan pencemaran nama baik dan/atau penghinaan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU ITE beserta perubahannya.

Secara umum, perbuatan mencemarkan nama baik dan/atau penghinaan dapat dijerat dengan Pasal 310 KUHP. Adapun pasal tersebut mengatur sejumlah ketentuan:

1. barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2. jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3. tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Kemudian, jika perbuatan mencemarkan nama baik atau penghinaan tersebut dilakukan melalui media internet, termasuk halnya media sosial, dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menerangkan sejumlah perbuatan yang dilarang, yakni dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Patut digarisbawahi, untuk mengetahui apakah perbuatan memviralkan utang dapat dijerat UU ITE atau tidak, aparat penegak hukum dapat merujuk ketentuan berikut.[1]

1. Bukan delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas. Adapun perbuatan tersebut dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan sebagaimana dimaksud Pasal 315 KUHP.

2. Bukan delik pidana yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan.

Merujuk informasi di atas, maka perbuatan memviralkan orang yang berutang di media sosial tidak dapat dijerat menggunakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, mengingat muatan yang disebarkan tersebut merupakan sebuah kenyataan.

Meski demikian, patut diperhatikan, disarikan dari SKB UU ITE Tak Bisa Mengikat Penafsiran Hakim, Apakah Berfaedah?, meskipun SKB UU ITE bisa mengontrol kesamaan pandangan aparat penegak hukum dalam menerapkan UU ITE sebelum maju ke pengadilan, namun SKB UU ITE tidak bisa mengikat penafsiran hakim.

Sehingga, meskipun SKB UU ITE telah menegaskan muatan berupa suatu kenyataan yang disebarkan tidak dapat dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE, majelis hakim bisa saja memutuskan lain.

Selain itu, jika muatan mengandung kata-kata berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, si pelaku dapat dijerat Pasal 315 KUHP atas penghinaan ringan.

Sanksi pidana untuk penghinaan ringan ini adalah pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Rp4,5 juta.[2]

Hukumnya Klausul Membuat Viral Utang

Terkait masalah yang Anda tanyakan, memviralkan suatu utang biasanya bertujuan mempermalukan si pemilik utang. Hal ini sekalipun ada perjanjian dan persetujuan untuk memviralkan utang lewat SMS, WA, dan berbagai media lain.

Menurut Pasal 1320KUH Perdata, syarat sahnya perjanjian adalah:

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Patut diperhatikan, suatu perjanjian yang dibuat berdasarkan suatu sebab terlarang, yakni dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, tidak mempunyai kekuatan.[3]

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)