DATARIAU.COM - Hari Jumat merupakan salah satu hari yang paling agung di sisi Allah, paling mulia, dan paling banyak keutamaannya. Allah Ta’ala telah memilihnya di atas hari-hari lainnya, mengutamakannya dari semua waktu lainnya, dan Allah telah memberikan keistimewaan ini kepada umat Islam, sementara umat-umat sebelum kita telah tersesat darinya.
Dalam Shahih Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik hari di mana matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu, Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu dia dikeluarkan darinya, serta kiamat tidak akan terjadi, kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim no. 854)
Karena itu, hari tersebut memiliki kedudukan yang sangat agung. Setiap muslim dan muslimah hendaknya memberikan penghormatan dan perhatian yang layak kepada hari ini sesuai dengan kedudukannya di sisi Allah Ta’ala. [1]
Salah satu bentuk penghormatan terhadap hari ini adalah dengan memberi perhatian pada salat Jumat dan amalan-amalan sunah yang menyertainya. Oleh karena itu, di sini kami akan membahas tentang hukum fikih salat sunah qabliyah Jumat. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.
Salat sebelum khatib naik mimbar
Disunahkan bagi siapa saja yang datang untuk salat Jumat agar memperbanyak salat sunah sebelum (salat) Jumat, dari saat masuk masjid hingga khatib naik mimbar. Jumlah rakaatnya tidak ditentukan, sehingga seseorang bisa salat dua rakaat, empat rakaat, atau sebanyak yang dia mampu. [2]
Diriwayatkan dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mandi pada hari Jumat, bersuci sebaik mungkin, lalu memakai minyak atau wewangian, kemudian pergi (ke masjid) tanpa memisahkan antara dua orang, lalu dia salat sesuai dengan yang ditetapkan baginya, kemudian ketika imam datang, dia diam mendengarkan, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jumat itu dan Jumat sebelumnya.” (HR. Bukhari no. 910)
Hadis ini menunjukkan keutamaan salat sebelum (salat) Jumat tanpa batasan jumlah rakaat tertentu. Maka, minimalnya adalah dua rakaat, dan boleh menambah sesuai kemampuan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mandi kemudian pergi untuk salat Jumat, lalu dia salat sesuai yang telah ditentukan baginya, kemudian diam mendengarkan hingga khatib selesai khotbah, lalu dia salat bersama imam, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jumat itu dan Jumat sebelumnya, ditambah tiga hari.” (HR. Muslim no. 857)
Sabda beliau “lalu dia salat sesuai yang telah ditentukan baginya” menunjukkan bahwa salat sunah sebelum Jumat tidak memiliki batas tertentu.
Ada banyak dalil lain yang menunjukkan disunahkannya memperbanyak salat sunah pada hari Jumat hingga khatib naik mimbar. Ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. [3]
Apakah salat sunah sebelum Jumat termasuk sunah rawatib atau bukan?
Salat sunah yang dilakukan sebelum salat Jumat, apakah dianggap sebagai salat sunah mutlak sebagaimana pendapat mazhab Maliki dan Hanbali, sehingga dilakukan sebelum azan kedua yang didahului oleh khatib naik mimbar, ataukah merupakan sunah yang berkaitan dengan salat Jumat (yaitu, termasuk salat rawatib), sehingga dilakukan sebelum salat meskipun imam sudah naik mimbar, sebagaimana pendapat mazhab Hanafi dan Syafi’i?
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Setelah tergelincirnya matahari (zawal) dan sebelum imam naik mimbar [4], maka disunahkan untuk melakukan salat pada waktu tersebut, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama baik dari generasi salaf maupun khalaf. Tidak ada seorang pun dari umat Islam yang mengatakan bahwa salat pada hari Jumat itu dimakruhkan. Pendapat seperti itu jelas bertentangan dengan ijma‘ (kesepakatan) umat Islam.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai salat sebelum (salat) Jumat, apakah itu termasuk sunah rawatib seperti sunah sebelum Zuhur, atau hanya dianjurkan seperti salat sunah sebelum Asar? Kebanyakan ulama berpendapat bahwa itu termasuk sunah rawatib, di antaranya: Al-Auza’i, Ats-Tsauri, Abu Hanifah, dan para sahabatnya, serta pendapat ini terlihat dalam ucapan Imam Ahmad. Hal ini juga disebutkan oleh Al-Qadhi Abu Ya’la dalam Syarh Al-Madzhab dan oleh Ibnu Aqil, dan ini adalah pendapat yang benar menurut ulama Syafi’i.
Banyak ulama dari kalangan pengikut mazhab Hanbali belakangan berpendapat bahwa itu bukan sunah rawatib, tetapi hanya dianjurkan.” [5]
Dr. Nuh Ali Salman rahimahullah mengatakan, “Mazhab Hanafi dan Syafi’i berpendapat bahwa sunah qabliyah Jumat sama seperti sunah qabliyah Zuhur, baik dari segi waktu maupun jumlahnya.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa makruh bagi orang yang dijadikan panutan (seperti ulama) untuk melakukan salat sunah ketika azan pertama, bukan sebelumnya, jika dia sedang duduk di masjid, bukan jika dia baru masuk.
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa tidak ada sunah rawatib sebelum salat Jumat, tetapi dianjurkan untuk melakukan empat rakaat salat sunah secara mutlak.” [6]
Beberapa dalil dari dua pendapat ulama dalam masalah ini dan pendapat yang paling kuat
Berikut ini kami sampaikan beberapa dalil utama dalam masalah ini.
Adanya sunah rawatib qabliyah Jumat
Para ulama yang berpendapat adanya sunah qabliyah (yaitu, salat rawatib sebelum) Jumat, di antaranya berhujah dengan dalil-dalil berikut:
Pertama: Diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhuma secara marfu‘ (disandarkan kepada Nabi), “Tidak ada salat fardu, kecuali di depannya ada dua rakaat (sunah).” (HR. Ibnu Hibban no. 2455 dan lainnya, dan disahihkan oleh Al-Albani). Hadis ini secara umum mencakup salat Jumat. [7]
Kedua: Waktu salat Jumat sama dengan waktu salat Zuhur, sehingga sunahnya juga sama seperti sunah Zuhur. Inilah yang membuat Imam Bukhari rahimahullah mengatakan dalam Shahih-nya, “Bab salat setelah Jumat dan sebelumnya”; kemudian beliau menyebutkan hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Imam Bukhari berpendapat bahwa apa yang dilakukan sebelum Jumat sama dengan yang disebutkan Ibnu Umar sebelum Zuhur, sehingga beliau mengatakan, “Salat setelah Jumat dan sebelumnya.” [8]