Demokrasi Internal dan Oligarki Partai

datariau.com
1.366 view
Demokrasi Internal dan Oligarki Partai

DATARIAU.COM - Demokrasi internal tidak pernah disentuh, seolah-olah itu adalah taken for granted yang terjadi di hulu partai. Akibatnya partai politik saat ini lebih mirip perseroan terbatas atau milik keluarga. Jadi jika demokrasi internal dalam partai tidak ada, bagaimana mau masuk ke ranah publik secara luas?

Hal ini disampaikan oleh Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini dalam diskusi “Demokrasi Internal dan Oligarki Partai” diadakan oleh Universitas Paramadina bekerja sama dengan LP3ES secara daring pada Jumat (27/9/2024).

Demokratis jika dipaksa oleh aturan main atau tekanan-tekanan publik, atau ada sensor atau skrining atau saringan untuk membersihkan kotoran-kotoran kepentingan.

“Saringannya itu adalah check and balances, kontrol publik, transparansi dan seterusnya. Jadi demokrasi internal di dalam partai itu tidak terjadi karena sebab dari para elite partai, bahwa seolah-olah ada titisan-titisan seperti Megawati adalah titisan Soekarno,” tegas Didik.

Dosen Universitas Paramadina, Dr Herdi Sahrasad melihat bahwa sebenarnya pikiran-pikiran yang mengkhawatirkan tidak adanya demokrasi internal di parpol sudah sejak awal reformasi disuarakan. Tapi suara-suara tidak cukup kuat untuk mengubah budaya yang telah terlanjur terbentuk di dalam partai.

“Semakin ke sini, jadi nampak bahwa tidak ada lagi etika dan nilai-nilai yang dihormati dan menjadi landasan dalam pelaksanaan perpolitikan di Indonesia oleh elit-elit partai politik,” kata Herdi.

Demokrasi internal di dalam parpol saat ini hampir mustahil karena yang bermain adalah oligarki. “Seperti kata Olle Tornquist bahwa parpol memang dipimpin oleh ketua partai tapi ketua parpol itu tunduk kepada oligarki modal atau para bohir yang bisa memaksakan kepentingannya kepada para elite partai dan jajarannya,” tuturnya.

“Saat ini demokrasi Indonesia menjadi demokrasi transaksional bahkan demokrasi kriminal karena hanya memainkan uang dan uang saja. Akibatnya, pergerakan ekonomi nasional menjadi tidak terkontrol dan parlemen pun menjadi disfungsional peran kontrolnya. Yang terjadi kemudian terjadilah korupsi yang luar biasa, KKN dan utang yang sangat tinggi hampir 10.000 triliun,” imbuhnya.

“Saat ini butuh revolusi kultural untuk memperbaiki semuanya. Reformasi sudah tidak mampu lagi, dimana reformasi ekonomi struktural kemarin telah menghasilkan kebijakan ekonomi politik yang tidak berpihak pada rakyat banyak. Akibatnya muncul oligarkisme dan demokrasi bukan lagi substansial tapi demokrasi transaksional dan abal-abal,” katanya.

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)