Dokter Louis Sebut Kematian Pasien Covid karena Interaksi Obat, Guru Besar Farmasi UGM Ungkap Faktanya

Ruslan
1.483 view
Dokter Louis Sebut Kematian Pasien Covid karena Interaksi Obat, Guru Besar Farmasi UGM Ungkap Faktanya
Foto: Net
Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati.

"Mereka sama-sama memiliki efek samping mengganggu irama jantung. Jika digunakan bersama, bisa terjadi efek total yang membahayakan."

Selain itu, interaksi obat dapat meningkatkan efek terapi obat lain. Pada tingkat tertentu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain dapat menguntungkan, tetapi juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan.

Misalnya, efek penurunan kadar gula darah yang berlebihan akibat penggunaan insulin dan obat diabetes oral, bisa menjadi berbahaya.

Dampak Interaksi Obat Harus Dilihat Tiap Kasus yang Ada

Petugas medis merawat pasien di dalam tenda darurat di depan UGD RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (24/6/2021). Lonjakan kasus virus corona mengakibatkan ruang IGD penuh, pihak rumah sakit lantas mendirikan tenda darurat untuk merawat pasien covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Bagaimana menghindari interaksi obat? Kadang kala, menurut Zullies Ikawati, dalam terapi tidak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat. Bahkan bisa lebih dari 5 macam obat.

Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya. Banyak buku teks tentang Interaksi Obat yang dapat digunakan sebagai panduan dalam memilih obat yang akan dikombinasikan untuk meminimalkan interaksi obat.

"Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Yang artinya, aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan bersama. Pada dasarnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya," ucap Zullies.

Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (memengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).

Untuk obat yang interaksinya terjadi jika mereka bertemu secara fisik, seperti obat antibiotika golongan kuinolon dengan calcium yang membentuk ikatan kelat, misalnya, maka pemberian dengan jeda waktu yang lebar dapat menghindarkan interaksinya.

Tetapi, jika mekanismenya adalah memengaruhi metabolisme obat, sehingga menyebabkan kadar obat lain meningkat atau berkurang, maka pengatasannya adalah dengan penyesuaian dosis obat. Ini karena hanya memberi jeda waktu pemberian tidak akan mengurangi dampak interaksinya.

Jika pemberian jeda pemberian dan penyesuaian dosis tidak dapat mencegah dampak interaksi, maka cara lain menghindari interaksi obat adalah dengan mengganti obat yang berinteraksi dengan obat lain yang kegunaannya sama, tetapi kurang berinteraksi.

"Sekali lagi, dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, sehingga pengatasannya pun berbeda-beda pada setiap kasus," Zullies menegaskan.

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)