MERANTI, datariau.com - Banyak isu beredar tentang SARA terhadap kerukunan agama yang berujung negatif, sehingga menimbulkan perpecahan jalinan hubungan antara satu sama lain. Tidak seperti di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, kerukunan umat beragama menjadi salah satu ikon kuat dalam menjaga hubungan baik antara satu sama lain yang menjunjung tinggi Kebhinekaan Tunggal Ika.
Buktinya saja, Klenteng Trisakti berdampingan dengan Mushalla Muslimin di Jalan Imam Bonjol, Selatpanjang, Kepulauan Meranti. Dua tempat ibadah tersebut sudah sejak dahulu berdiri berdampingan, bahkan masih bermaterial semi permanen.
Sudah banyak masyarakat mengetahui ikon bersejarah tentang kerukunan agama di Selatpanjang ini. Baik khususnya masyarakat dalam sendiri, maupun yang pernah berkunjung di Kota Selatpanjang.
Seperti diungkapkan salah seorang tokoh masyarakat suku Tionghoa di Selatpanjang, Darwin Susandi. Ia mengakui, klenteng dan mushalla berdampingan itu semenjak dirinya masih kecil, di tahun 90-an.
"Ini sejak saya kecil, dulunya masih jalan setapak atau jalan tanah. Bangunan Mushalla Muslimin itu dulunya juga masih kecil. Begitu juga dengan klenteng ini," kata Darwin, baru-baru ini saat ditemui wartawan.
Setengah persen penduduk minoritas suku Tionghoa tinggal bersatu di Selatpanjang dengan penduduk mayoritas muslim suku Melayu, Jawa, Minang, dan suku lainnya. Namun hubungan antara dua umat agama terus terjalin dengan baik.
"Kita bisa membaur dan saling menghormati satu sama lainnya, sikap tolong menolong terus dilakukan. Ini salah satu sebuah ciri khas kota Selatpanjang, karena ada klenteng bersebelahan dengan mushalla, yang sampai sekarang masih berhubungan baik," ungkap dia.
Anggota DPRD Kepulauan Meranti itu sangat kagum melihat kedua umat beragama ini saling memberikan toleransi ketika salah satu diantaranya mengadakan sebuah kegiatan keagamaan. Pihaknya selalu meminta izin dengan pengurus mushalla, jika kegiatan keagamaannya agak sedikit menganggu.
"Apapun ketika ada acara atau jam sholat, kita di klenteng menghormati. Begitu sebaliknya ketika klenteng membuat acara pihak mushalla menghargai kita. Walaupun ada sedikit suara petasan atau suara-suara yang membuat bising, jadi agak sedikit terganggu. Namun sebelum itu, kita sudah melakukan dan mendatangi untuk meminta izin kepada pak haji (pihak mushalla)," terang Darwin.
Dia juga berharap, kerukunan umat beragama di Selatpanjang ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat di daerah lainnya. Sehingga hubungan baik antara satu sama lain tidak terpecah belah akibat digelitik isu negatif tentang SARA.
"Ini bisa mematahkan gosip dan isu miring tentang masalah SARA yang beredar, baik di tengah masyarakat maupun di dunia maya. Saya minta tolong diluruskan hal demikian, seperti di Meranti buktinya klenteng dan mushalla sampai sekarang ini terus hidup rukun," ujar Darwin Susandi.
Sementara Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kepulauan Meranti, Rizky Hidayat SSTP MSi mengungkapkan, sifat toleran masyarakat Meranti sangat tinggi. Bagaimana tidak, dua tempat ibadah selalu hidup rukun tanpa ada perselisihan.
"Dengan situasi saat ini, klenteng dan musholla ini kan sangat berdekatan, ini salah satu tanda bahwa masyarakat Meranti orang yang sangat toleran terhadap kerukunan umat beragama manapun. Karena tidak pernah berselisih paham, itu tandanya Meranti mempunyai toleransi yang tinggi terhadap masyarakatnya," terang Rizky.
Menurutnya, keberagaman umat beragama antara Muslim dan Tionghoa adalah salah satu keunggulan di Meranti. Hal ini bisa menangkal isu negatif tentang SARA yang terjadi di tengah masyarakat.
"Ini yang dapat membuktikan bahwa informasi isu yang begini atau begitu (negatif) tidak ada. Buktinya saja klenteng dan mushlla bisa berdekatan, tidak ada masalah selama ini. Bahkan tidak pernah ribut atau sebagainya," sebut dia. (mad)