DATARIAU.COM - Problem kemiskinan adalah salah satu problem di dunia yang hingga kini belum dapat terselesaikan. Meski setiap tahun diperingati Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional, tepatnya setiap tanggal 17 Oktober, namun peringatan itu tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan.
Ada lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskisnan akut di seluruh dunia berdasarkan laporan Program Pembangunan PBB pada Kamis (17/10/24). Setengah dari jumlah tersebut adalah anak-anak yang paling terkena dampaknya. UNDP dan OPHI telah menerbitkan Indeks Kemiskinan setiap tahun sejak 2010, dengan mengumpulkan data dari 112 negara dengan populasi gabungan 6,3 miliar orang. Data ini menggunakan indikator seperti kurangnya perumahan yang layak, sanitasi, listrik, bahan bakar memasak, nutrisi dan kebutuhan sekolah. (BeritaSatu, 17/10/24)
"MPI 2024 melukiskan gambaran yang serius 1,1 miliar orang mengalami kemiskinan multidimensi, yang 455 juta diantaranya hidup dalam bayang-bayang konflik. Bagi orang miskin di negara-negara yang terkena dampak konflik, perjuangan untuk kebutuhan dasar adalah pertempuran yang jauh lebih keras dan lebih putus asa," kata Yanchun Zhang, Kepala Ahli Statistik di UNDP. (BeritaSatu, 17/10/24)
Baca juga:
Indonesia Kaya Sumber Daya Alamnya, Namun Tingkat Kelaparan Tertinggi Ketiga di Asia Tenggara
Kemiskinan Akibat Sistem yang Rusak
Hari ini kemiskinan terjadi di mana-mana. Kesenjangan antara miskin dan kayapun semakin besar. Namun dunia tak kunjung mampu mewujudkan kesejahteraan, meski sudah ada Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional 17 Oktober yang diperingati sejak tahun 1992.
Memang benar ada upaya yang dilakukan dunia melalui organisasi internasional, tapi pada akhirnya gagal mewujudkan kesejahteraan. Pasalnya sumber solusinya masih pada kapitalisme, sistem yang hanya menguntungkan para kapital, sedangkan rakyat diabaikan, bahkan harus berjuang sendirian.
Rakyat sulit memenuhi kebutuhan mereka, baik itu kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta pendidikan, kesehatan dan keamanan. Rakyat harus membayar mahal untuk mengakses segala kebutuhan mereka. Mereka menanggung sendiri pemenuhan kebutuhan hidup dengan susah payah. Disaat yang sama pendapatan mereka tidak mencukupi untuk memenuhinya. Nampak jelas bahwa negara benar-benar abai terhadap tanggung jawab asalnya dalam mengurus rakyat.
Sistem ini sejatinya adalah sistem yang rusak, mustahil mewujudkan kesejahteraan secara merata. Sistem ini membuat negara tidak hadir dalam mengurus rakyat. Apalagi ukuran kesejahteraan ditetapkan secara kolektif dengan pendapatan per kapita, yang merupakan ukuran semu. Sehingga tidak mungkin menggambarkan kesejahteraan yang nyata.
Selain itu masih ada anggapan yang salah tentang solusi masalah kemiskinan, mulai dari ganti pemimpin, pemberdayaan perempuan, hingga pemimpin perempuan baik skala negara, ataupun kepala daerah, juga menteri. Ada juga anggapan jika belajar di luar negeri adalah salah satu cara mengentaskan kemiskinan.
Sebuah studi yang terbit di Internasional Journal Educational Research Volume 128, 2024, menemukan bahwa lulusan yang kembali ke negaranya setelah belajar di luar negeri berdampak terhadap pengurangan kemiskinan. Dampak ini dirasakan terutama di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah.
Baca juga: Ironi Negeri Agraris: Harga Beras Tinggi, Pendapatan Petani Rendah
Cara Islam Mewujudkan Kesejahteraan
Sejatinya penyebab mendasar adalah penerapan sistem kapitalisme, yang membuat oligarki semakin kaya, sedangkan rakyat semakin menderita. Namun dalam sistem pemerintahan Islam, akan menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat. Islam adalah sistem yang sempurna dan menyeluruh yang menetapkan ukuran kesejahteraan individu per individu.
Pertama, Islam menetapkan pemimpin atau kepala negara sebagai raa'in yang memenuhi kebutuhan rakyat, sehingga negara menjamin pemenuhan semua kebutuhan setiap rakyat, baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Rasulullah ﷺ bersabda, "Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari dan Ahmad)
Kedua, Islam menetapkan berbagai konsep dalam sistem ekonomi Islam, yang mewujudkan ukuran riil kesejahteraan. Mulai dari tersedianya lapangan pekerjaan sebesar-besarnya bagi setiap laki-laki yang diwajibkan mencari nafkah dengan gaji yang layak.
Kemudian adanya ketentuan kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara, seperti barang tambang yang depositnya melimpah, yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Negara juga punya harta-harta kepemilikan negara yang bisa dberikan kepada rakyat yang tidak punya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Negara yang menerapkan sistem Islam akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Karena Islam menetapkan bahwa negara harus menjadi raa'in dan junnah bagi rakyatnya, bukan sebagai regulator antara pemilik modal atau pengusaha dengan rakyat seperti saat ini. Wallahu a'lam bishawab.***
Baca juga: Target Pajak Naik, Rakyat Semakin Tercekik