Tanah Terlantar Diambil Negara, Akankah Dikelola Untuk Rakyat?

Oleh: Suci Sundari, S.S.
datariau.com
431 view
Tanah Terlantar Diambil Negara, Akankah Dikelola Untuk Rakyat?

DATARIAU.COM - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 memberikan kewenangan kepada negara untuk mengambil alih tanah yang dibiarkan tidak dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. (CNN Indonesia, 14/7/2025)

Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 7 Ayat 2 PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Di dalamnya dijelaskan bahwa tanah yang dapat diambil alih mencakup hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, serta tanah yang dikuasai berdasarkan dasar penguasaan atas tanah. (CNN Indonesia, 14/7/2025).

Menurut aturan tersebut, pengambilalihan tidak hanya berlaku bagi tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB), tetapi juga bisa diberlakukan terhadap tanah dengan status hak milik apabila dianggap terlantar.

Tanah hak milik dikategorikan sebagai tanah terlantar apabila dengan sengaja tidak digunakan, dimanfaatkan, atau dipelihara, sehingga mengakibatkan: Tanah tersebut dikuasai masyarakat dan berubah menjadi kawasan permukiman; Tanah digunakan oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 tahun tanpa ada hubungan hukum dengan pemilik sah; Fungsi sosial dari hak atas tanah tersebut tidak terpenuhi, baik pemegang haknya masih hidup maupun telah tiada. (CNN Indonesia, 14/7/2025)

Selain itu, aturan juga menyebutkan bahwa tanah dengan status hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah hasil penguasaan dapat diambil negara bila terbukti sengaja ditelantarkan selama dua tahun sejak haknya diterbitkan.

PP ini juga merinci enam jenis kawasan yang menjadi objek penertiban tanah terlantar sebagaimana tercantum dalam Pasal 6, yaitu: kawasan pertambangan, perkebunan, industri, pariwisata, perumahan atau permukiman skala besar atau terpadu, serta kawasan lain yang pemanfaatannya berdasarkan izin, konsesi, atau perizinan usaha terkait tanah dan tata ruang. (CNN Indonesia, 14/7/2025)

Namun, tanah yang dikelola oleh masyarakat hukum adat dan tanah hak pengelolaan yang merupakan aset bank tanah tidak termasuk dalam kategori tanah yang bisa ditertibkan karena dianggap terlantar.

Akar Masalah

Penerapan sistem kapitalisme di negeri ini telah mengubah tanah menjadi objek komersial, bukan sebagai titipan untuk kesejahteraan bersama. Kenyataannya, lahan dengan status HGU dan HGB lebih banyak dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar, sementara masyarakat kecil mengalami kesulitan untuk mendapatkan lahan sebagai tempat tinggal, bercocok tanam, atau berdagang. Alih-alih melindungi kepentingan rakyat, negara justru berperan sebagai pendukung kepentingan pemilik modal. Kebijakan pengambilalihan tanah terlantar pun berpotensi dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperkuat cengkeraman oligarki atas sumber daya agraria.

Di sisi lain, banyak aset tanah milik negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru dibiarkan tidak terurus. Pemerintah pun tampak belum memiliki arah kebijakan yang jelas dalam pemanfaatan lahan-lahan tersebut, sehingga berpotensi disalahgunakan atau dikelola secara tidak tepat. Akibatnya, masyarakat kecil bisa kembali menjadi korban, sementara para pengusaha justru mendapat kemudahan akses.

Pengelolaan tanah kerap dikaitkan dengan ketersediaan dana, seolah-olah tanah hanya dianggap bernilai jika menghasilkan keuntungan finansial. Padahal, tanah merupakan sumber kehidupan yang vital. Dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu -- termasuk tanah -- tunduk pada logika pasar dan kepentingan investor.


Islam Mengatur Pengelolaan Tanah

Dalam kepemimpinan Islam, tanah diklasifikasikan kedalam tiga bentuk kepemilikan: milik individu, milik negara, dan milik umum. Negara tidak diperbolehkan menyerahkan tanah milik negara kepada individu atau swasta tanpa batas. Tanah-tanah yang dikuasai negara akan dikelola untuk proyek-proyek strategis yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti pembangunan permukiman, lahan pertanian, dan infrastruktur publik. Tanah tersebut tidak akan dijual kepada pihak asing atau diserahkan kepada korporasi, karena tujuan pengelolaannya bukan untuk meraih keuntungan, melainkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keberkahan bagi rakyat. Islam sendiri memiliki sistem tersendiri dalam mengatur tanah, termasuk mekanisme pengelolaan terhadap tanah yang terbengkalai maupun tanah mati. ***

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)