Relokasi Masyarakat Gaza, Solusi atau Kedok Menguasai?

Oleh: Suci Fitriani, S.Pd.
datariau.com
550 view
Relokasi Masyarakat Gaza, Solusi atau Kedok Menguasai?

DATARIAU.COM - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto pada Rabu 9 April 2025 melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden RI menyatakan bahwa Indonesia siap mengevakuasi warga Gaza ke Indonesia. Pernyataan ini kemudian menimbulkan berbagai pro dan kontra dari berbagai pihak.

Dikutip dari media BBC, bahwasanya isu mengenai relokasi warga Gaza ke Indonesia sudah mulai terdengar sejak bulan Januari lalu. Pada saat itu, Hamas dan Israel sudah memasuki tahap pertama dari tiga proses perdamaian yang ditengahi oleh Amerika Serikat. Bersamaan dengan hal itu, Amerika Serikat mulai menyusun upaya jangka panjang untuk membangun kembali Jalur Gaza yang sudah babak belur akibat perang.

Saat itulah muncul gagasan bahwa masyarakat Gaza harus direlokasi terlebih dahulu, sebab dikhawatirkan bahwa lokasi itu akan menjadi tidak aman selama proses pembangunan tersebut berlangsung. Berdasarkan pemberitaan NBC, dikatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang dipertimbangkan sebagai negara untuk mengevakuasi warga Gaza (bbc.com, 15/04/2025).

Hanya Kedok


Banyak pihak yang meyakini bahwa upaya mengevakuasi masyarakat Gaza hanyalah kedok yang dijalankan oleh Israel dan Amerika untuk menguasai Palestina sepenuhnya. Pasalnya, saat pemberitaan oleh NBC tersebut muncul, Menteri Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa pemerintah Indonesia belum menerima kabar apapun terkait rencana evakuasi itu.

Sugiono, Menteri Luar Negeri Indonesia memberikan pernyataan bahwa Indonesia tetap tegas dengan pandangan bahwa segala upaya untuk memindahkan warga Gaza tidak dapat diterima. “Upaya untuk mengurangi penduduk Gaza hanya akan mempertahankan pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina dan sejalan dengan strategi yang lebih besar yang bertujuan untuk mengusir orang Palestina dari Gaza,” demikian pernyataannya saat itu.

Pada bulan Februari 2025, Trump mengajukan usul kontroversial bahwa AS akan mengambil alih Gaza. Berdasarkan usulan itu, masyarakat Gaza akan dievakuasi dan tak akan bisa kembali ke negara mereka. Usul ini tentu menuai berbagai kritik dari berbagai pihak, termasuk di AS sendiri.

Kemudian, Trump berkali-kali mengganti pernyataanya hingga membuat berbagai pihak kebingungan. Tak lama setelah itu, muncul usulan dari Mesir agar rencana pembangunan Gaza tetap dijalankan tanpa harus merelokasi masyarakatnya. Usulan ini disambut positif oleh negara-negara Timur Tengah.

Pada tanggal 4 Maret, anggota Liga Arab menyatakan dukungan mereka terhadap usulan Mesir. Bahkan OKI juga ikut mengamini usulan itu. Namun, Amerika Serikat dan Israel dilaporkan masih terus mencari negara ketiga yang bersedia menampung masyarakat Gaza.

Pada tanggal 26 Maret, Chanel 12, salah satu media Israel mengeluarkan pernyataan bahwa mereka akan mengevakuasi sekitar 100 orang masyarakat Gaza untuk mendorong perpindahan secara sukarela. Menurut laporan itu, warga Gaza yang diterbangkan ke Indonesia nantinya akan dipekerjakan sebagai pekerja konstruksi. Langkah ini mereka harapkan agar ribuan masyarakat Gaza lainnya mau dievakuasi secara sukarela ke Indonesia.

Tapi, Menteri Luar Negeri lagi-lagi membantah informasi itu, dengan menyatakan bahwa pihak Indonesia tidak pernah membahas dengan pihak manapun terkait pemindahan masyarakat Gaza. Namun anehnya, pada tanggal 9 Maret 2025 Presiden Prabowo Subianto tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia akan menampung masyarakat Gaza, “1000 orang untuk gelombang pertama”.

Di dalam pernyataan itu dikatakan bahwa agar terjalankannya rencana ini ada 2 syarat yang harus dipenuhi, yakni mendapat dukungan penuh dari negara-negara tetangga Timur Tengah. Kedua, korban yang dievakuasi tidak akan tinggal secara permanen di Indonesia, mereka akan dipulangkan kembali ke Palestina ketika dirasa kondisi mereka dan situasi di tempat asal mereka sudah membaik.

Banyak pihak yang menilai bahwa kebijakan mengevakuasi 1000 masyarakat Gaza yang dikemukakan oleh Presiden Prabowo adalah salah satu bentuk tekanan politik yang diberikan oleh Amerika kepada Indonesia. Tekanan itu sangat memungkinkan dilihat bahwa Indonesia bagian selatan dikepung oleh kekuatan gabungan Australia, United Kingdom, dan United States (AUKUS).

Jika permintaan untuk menampung masyarakat Palestina ini tidak dipenuhi, dikhawatirkan akan memberikan pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia. Dan sejak 6 hari lalu, Presiden Prabowo telah berangkat melakukan kunjungan ke negeri-negeri Uni Emirat Arab, Turki, dan Mesir untuk membahas Geopolitik dan permasalahan Palestina. Dinilai bahwa aksi ini adalah satu upaya untuk mengamankan terpenuhinya syarat pertama yang diusulkan oleh Prabowo sebelumnya.

Tidak Mengantarkan Kepada Solusi Hakiki


Setelah muncul gagasan terkait rencana relokasi, timbul berbagai pertanyaan dari sejumlah pihak terkait kenapa Presiden Prabowo seolah condong pada keinginan Amerika Serikat dan Israel-yang diyakini banyak pihak adalah komplotan dan pelaku genosida Gaza. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga ikut mempertanyakan hal itu.

“Pertanyaannya, untuk apa Indonesia ikut-ikutan mendukung rencana Israel dan Amerika tersebut?” kata Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, dalam pernyataan yang dirilis di situs resmi MUI.

Banyak para pakar yang menilai bahwa upaya merelokasi masyarakat Gaza sejatinya tidak mengantarkan kepada solusi permasalahan. Sebab dengan memindahkan mereka dari sana, hanya akan membuat Gaza semakin rentan dikuasai sepenuhnya oleh Israel-kondisi yang memang sejak awal menjadi tujuan mereka. Apalagi tidak adanya jaminan bahwa masyarakat Gaza akan bisa dipulangkan ke tempat asal mereka.

Selain itu, evakuasi masyarakat Gaza ini jelas akan semakin menjauhkan dari solusi hakiki, karena sejatinya zionislah yang melakukan perampasan atas tanah mereka, sudah seharusnya merekalah yang diusir dari tanah Gaza, bukan justru sebaliknya.

Memperjuangkan Solusi Hakiki


Sudah menjadi kewajiban sekaligus hal yang urgent bagi masyarakat dunia umumnya dan kaum muslim khususnya untuk serius membicarakan dan melaksanakan solusi hakiki bagi permasalahan Palestina. Sayangnya, diantara banyaknya solusi yang ditawarkan, nyatanya belum ada satupun yang mampu menghentikan genosida yang terjadi di Palestina. Di tengah banyaknya suara-suara, ada satu solusi yang diyakini para ulama sebagai solusi tuntas permasalahan Palestina, yakni pengusiran penjajah dari tanah mereka dengan jihad fii sabilillah.

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)

“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu...” (QS. Al-Baqarah: 191)

Harusnya jihad menjadi solusi yang diambil dan dijalankan oleh negeri-negeri kaum muslimin. Namun sayangnya, akibat adanya sekat-sekat batas negara (nation state) kekuatan kaum muslim terpecah-pecah. Akhirnya, mengirimkan pasukan untuk membebaskan masyarakat negara lain menjadi sebuah bentuk ‘kerugian’ yang tidak ingin diambil oleh pemimpin negeri kaum muslim.

Maka, jihad baru akan terlaksana ketika kaum muslimin bersatu dalam lingkup kepemimpinan yang sama. Sebuah sistem kepemimpinan bernegara yang shahih, yang dengan penuh rasa takwa menerapkan seluruh syariat Allah di muka bumi, termasuk syariat jihad fii sabilillah. Wallahu a’lam bishawab. ***

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)