Nikah Dini Dibatasi, Gaul Bebas Difasilitasi

827 view
Nikah Dini Dibatasi, Gaul Bebas Difasilitasi
Foto: Ist
Sarmi Julita SP (Praktisi Pendidikan)

DATARIAU.COM - Nikah dini kembali menjadi sorotan. Pasalnya, banyak terjadi pengajuan dispensasi nikah di sejumlah daerah dalam periode Januari-Juli 2020.

Ketua Pengadilan Agama (PA) Trenggalek, Jawa Timur menerima 224 berkas permohonan dispensasi nikah. Sebelumnya, hanya menerima 171 permohonan di tahun 2019. Menurut Ahmad Faruq Panitera Muda PA Trenggalek, faktor yang melatarbelakangi permohonan dispensasi nikah yakni pihak orang tua yang ingin anaknya menikah karena untuk menghindari perbuatan yang dilarang agama, ada karena kebelet mau kawin sehingga nikah dianggap sebagai solusi masalah. Salah satunya karena faktor kecelakaan atau hamil sebelum menikah (Infobanua.co.id, 09/07/2020).

Di Semarang, Pengadilan Agama (PA) Kelas I A Semarang telah menerima 105 permohonan dispensasi nikah. Saefudin, Panitera Muda PA Kota Semarang mengatakan bahwa pengajuan dispensasi nikah kebanyakan karena faktor sudah sering pacaran dan hamil di luar nikah. Maka orang tua memilih untuk menikahkan anaknya (Sonora.ID, 14/07/2020).

Sementara itu di Jepara, pengajuan dispensasi nikah usia dini melonjak hingga 240 permohonan. Menurut Ketua Panitera PA Jepara Taskiyaturobihah, 50% nya disebabkan karena hamil terlebih dahulu (Jawapos, 26/07/2020).

Nikah dini disematkan pada mereka yang menikah dibawah usia 19 tahun. Hal ini berlaku pasca diterapkannya Undang-undang No. 16/2019 perubahan dari UU No. 1/1974 tentang Perkawinan. Maka, batas minimal usia laki-laki dan perempuan untuk menikah diputuskan sama yakni 19 tahun.

Terjadinya tren nikah dini mengkhawatirkan sejumlah pihak. Karena itu, menaikkan usia nikah dianggap solusi masalah. Dengan asumsi, usia dini dianggap belum matang dan rentan terhadap problematika rumah tangga. Walau faktanya, pernikahan usia diatas 19 tahun tidak sedikit pula berujung perceraian.

Nikah di usia dini dianggap mereduksi hak-hak anak dalam pendidikan. Pasalnya, pemerintah memiliki program wajib belajar 12 tahun. Meski kenyataannya, belajar 12 tahun belum tentu mewujudkan kematangan berpikir dan bersikap pada anak.

Nikah dini juga dituding sebagai buah dari kemiskinan. Para orang tua menikahkan anaknya dengan alasan meringankan beban ekonomi keluarga. Ya, inilah buah dari sistem ekonomi liberal yang menimbulkan kesenjangan dan kemiskinan massal.

Larangan nikah dini yang dipropagandakan kalangan genderisme dan didukung oleh penguasa, seringkali tidak sinkron dengan realitas yakni terjadinya dekadensi moral generasi. Pasalnya, ketika penguasa membatasi usia nikah, pada saat yang sama pemicu syahwat berupa pornografi dan pornoaksi melimpah ruah di tengah masyarakat. Mulai dari lagu, film, sinetron, hingga konser-konser mengumbar aurat, khalwat dan ikhtilat. Belum lagi di sosial media, yang hampir tanpa filterisasi. 

Selain itu, bukan rahasia lagi jika seks bebas semakin mengganas termasuk di kalangan remaja. Pergaulan bebas laki-laki dan perempuan turut memicu munculnya naluri. Naluri suka kepada lawan jenis yang menuntut untuk dipenuhi.

Karena itu, pembatasan minimal usia nikah menjadi sebuah solusi yang ilusi. Sebab, akar masalahnya bukan pada usia. Tetapi, persiapan pranikahnya. Bagaimana sistem pendidikan mampu membentuk generasi yang memiliki kepribadian dan dewasa dalam menyikapi persoalan kehidupan?. Bagaimana sistem sosial mampu menjaga generasi agar tidak salah dalam pergaulan?. Bagaimana pula negara menjamin kesejahteraan seluruh warga ? sehingga menikah bukan sekedar tempat pelarian.

Inilah akar masalah yang tidak mampu diselesaikan oleh sistem demokrasi hari ini. Sistem yang lahir dari rahim sekulerisme yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sistem yang mengenyampingkan aturan Allah, memang hanya akan memproduksi problematika yang tak berkesudahan.

Untuk menuntaskan problematika ini, Islam sudah mempunyai solusi. Islam memandang bahwa naluri suka kepada lawan jenis adalah fitrah. Satu-satunya cara pemenuhan yang dibolehkan syariat adalah dengan menikah. Nikah dini bukan sebuah permasalahan jika tidak ada pelanggaran syariat. Selama memehuhi syarat dan rukun, nikah muda sah-sah saja. Boleh saja menikah muda, jika mampu bertanggung jawab dan dalam rangka ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Melalui sistem pendidikan, Negara Islam memiliki visi yang agung yakni membentuk kepribadian Islam pada anak. Dimana penguatan akidah pada usia emas anak dan persiapan menerima taklif hukum syariah saat sudah baligh. Ketika sampai masa baligh, anak siap menerima taklif hukum syara termasuk jika sudah ada kesiapan untuk menikah.

 

Melalui sistem sosial, Islam melarang berdua-duaan dengan non mahram (khalwat), larangan campur baur laki-laki dan perempuan tanpa keperluan syar’i (ikhtilat),  perintah menutup aurat, perintah menjaga pandangan, larangan safar sehari semalam bagi muslimah tanpa ditemani mahram, dll. Ini semua adalah bentuk penjagaan Islam terhadap manusia agar kehormatan dan nasab terjaga dan naluri tidak menggelora sebelum waktunya.

Negara Islam juga sangat menjaga generasi dari sesuatu yang akan merusak akalnya. Semisal khamr, pornografi dan pornoaksi. Karena itu, semua tayangan media baik media cetak, elektronik maupun sosial media akan disaring dengan super ketat.

Dari sisi penerapan sanksi, negara Islam juga menyiapkan sanksi tegas jika ada yang melanggar syariat seperti melakukan zina. Negara memberikan sanksi 100 kali cambuk bagi pezina yang belum menikah dan rajam kepada pezina yang sudah menikah.

Dari sisi ekonomi, Negara Islam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar warga melalui mekanisme kepemilikan harta. Setiap warga boleh memiliki harta asal sesuai koridor syariah. Dalam kepemilikan umum seperti hasil energi, hasil laut dan hasil hutan maka dikelola negara dan hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga setiap anak mendapatkan pendidikan yang layak dan gratis dan semua rakyat juga mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar mereka lainnya, yakni sandang, pangan dan papan.

Demikian bentuk keseriusan sistem Islam menjaga generasi. Jika serius peduli dan menginginkan masa depan yang baik untuk generasi, solusinya bukan dengan membatasi nikah. Melainkan menjaganya pada seluruh aspek kehidupan. Dan itu hanya bisa dengan penerapan Sistem Khilafah Islam. 

Wallahu A’lam.

Penulis
: Sarmi Julita
Editor
: Redaksi
Sumber
: datariau.com
Tag:
JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)