DATARIAU.COM - Fenomena yang sangat menyedihkan, ramainya masjid dan mushalla dikala Ramadhan kemarin kini menjadi kenangan, bahkan sebagian saudara kita tak lagi tampak sedikitpun hadir lagi ke masjid setelah Ramadhan usai.
Memang, kesedihan terbesar saat Ramadhan berlalu adalah perginya keimanan dari hati kaum muslimin seiring berlalunya Ramadhan. Tak lagi dirasakan manisnya iman dikala bersemangat puasa, salat sunnah Tarawih dan tadarus selama Ramadhan. Saat lebaran semuanya menghilang, tak lagi tampak di masjid maupun mushalla, sebagian larut dalam kegembiraan berhari raya.
Baca juga: Membangun Masjid Tidak Ada Nilainya Jika Tidak Dimakmurkan, Begini Cara Memakmurkan Masjid
Seharusnya menjadi renungan bersama, setelah Ramadhan ini kita perlu me-review kembali apakah ibadah kita selama Ramadhan diterima Allah Ta'ala, kemudian menjaga agar ibadah tersebut berlanjut pasca lebaran, tetap menjaga salat malam, puasa sunnah dan membaca Al Quran.
Baca juga: Hukum Bacaan Al-Qur’an Melalui Pengeras Suara di Masjid
Kaum muslimin yang merasakan manisnya iman dan nikmatnya ibadah serta melimpahnya berkah di bulan Ramadhan tentu akan bersedih berpisah dengan bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan yang penuh berkah dan sangat dirindukan oleh orang yang beriman dan orang shalih. Para ulama dan orang shalih sangat merindukan Ramadhan, enam bulan sebelum Ramadhan mereka sudah berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulam Ramadhan.
Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, “Sebagian salaf berkata, “Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar mereka disampaikan pada Bulan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa berdoa selama 6 bulan agar Allah menerima (amalan mereka di bulan Ramadhan).”[1]
Tanda Keimanan Dibalik Kesedihan
Ketika Ramadhan berpisah tentu orang yang beriman akan merasa sangat kehilangan. Mereka kehilangan rasa bahagia yang tidak tergantikan ketika melakukan berbagai ibadah dan amal kebaikan selama bulan Ramadhan. Tidak sedikit dari para ulama dan orang shalih yang mengungkapkan kesedihan dan tangusan karena perpisahan dengan Ramadhan.
Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, “Bagaimana bisa seorang mukmin tidak menetes air mata ketika berpisah dengan Ramadhan, Sedangkan ia tidak tahu apakah masih ada sisa umurnya untuk berjumpa lagi.
Hati orang-orang yang bertakwa mencintai bulan ini, dan bersedih karena pedihnya berpisah dengannya Wahai bulan Ramadhan, Mendekatlah, berderai air mata para pecintamu, terpecah hati mereka karena perihnya berpisah denganmu
Semoga perpisahan ini mampu memadamkan api kerinduan yang membakar, Semoga masa bertaubat dan berhenti berbuat dosa mampu memperbaiki puasa yang ada bocornya, Semoga yang terputus dari rombongan orang yang diterima amalannya dapat menyusul
Semoga tawanan dosa-dosa bisa terlepaskan, Semoga orang yang seharusnya masuk neraka bisa terbebaskan. Dan semoga rahmat Allah bagi pelaku maksiat akan menjadi hidayah taufik.”[2]
Baca juga: 5 Kekeliruan yang Sering Terjadi Sebelum dan Saat Ramadhan
Istiqamahlah Selepas Bulan Ramadhan
Kita pun tentu merasa sedih dengan perpisahan Ramadhan, akan tetapi perpisahan ini bukan segalanya. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa tetap istiqamah setelah Ramadhan dan tetap beramal sebagaimana amalan kita di bulan Ramadhan. Ini adalah tanda diterimanya amal kita.
Para ulama’ mengatakan, “Sesungguhnya diantara alamat diterimanya kebaikan adalah kebaikan selanjutnya”
Buktikan Perpisahan Dengan Perbaikan yang Lebih Baik
Yang terpenting jangan sampai ungkapan kesedihan dan tangisan kita dengan bulan Ramadhan adalah hanya kepura-puraan saja atau sekedar ikut-ikutan saja. Kita buktikan perpisahan dengan Ramadhan membuat kita rindu dan kangen dengan suasana ramadhan dengan tetap melakukan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan serta tidak kita tinggalkan secara total.
Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang hanya mengenal Allah di bulan Ramadhan saja, setelah berlalu bulam Ramadhan mereka sudah tidak mengenal Allah karena meninggalkan amalan-amalan wajib. Mereka ini adalah sejelek-jelek kaum.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Sebagian salaf ditanya mengenai sekelompok orang yang mereka beribadah dan bersungguh-sungguh di bulan Ramadhan. Jika Ramadhan telah berlalu, mereka meninggalkan ibadah tersebut. Ada ungkapan: Sejelek-jelek kaum adalah yang tidak mengenal Allah kecuali pada bulan Ramadhan. Ungkapan ini benar jika mereka tidak melakukan/lalai akan perkara-perkara wajib.”[3]
Setelah berpisah dengan Ramadhan, kita berada di pertengahan dengan Ramadhan berikutnya. Semoga bisa menjadi penghapus dosa antara Ramadhan ini dan Ramadhan selanjutnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Antara shalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”[4]
Semoga kita bisa selalu tetap istiqamah meskipun bulan Ramadhan telah berlalu. ***
Catatan kaki:
[1] Latha’if Al-Ma’arif hal. 232
[2] Lathaif Al-Ma’arif hal. 216, 217, 304, 388
[3] Fatwa Nurun Alad Darb, sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/19317
[4] HR. Muslim
Sumber: muslim.or.id