Melepas Jilbab Bukan Ukuran Nasionalisme

datariau.com
925 view
Melepas Jilbab Bukan Ukuran Nasionalisme

DATARIAU.COM - Siti Janeeta Abdul Wahab, Paskibraka putri dari Gorontalo, nampak tidak mengenakan jilbab di acara pengukuhan Paskibraka Nasional 2024, yang dilakukan pertama kali di di Istana Garuda, IKN, pada Selasa (13/8/2024) lalu.

Linda Suronoto ibu dari Janet (panggilannya Janeeta) mengaku perasaannya campur aduk ketika melihat anaknya dari televisi.

Di satu sisi Linda sangat bangga karena anaknya menjadi satu dari 76 anggota Paskibraka yang akan mengibarkan bendera Merah Putih pada Peringatan HUT Ke-79 Kemerdekaan RI. Tapi di sisi lain, dirinya kaget dan kecewa melihat anaknya tidak lagi menggunakan jilbab.

“Sebagai orang tua, saya merasa bangga melihat anak saya sudah dikukuhkan. Tapi ketika melihat dia tidak gunakan jilbab di depan umum, saya kaget juga dan kecewa,” kata Linda Suronoto kepada wartawan Sarjan Lahay di Gorontalo yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (15/8/2024).

Meskipun itu adalah acara kenegaraan, katanya, pelepasan jilbab perlu dikritisi karena rasa nasionalisme seseorang bukan diukur dari “mau atau tidaknya menggunakan jilbab”.

Padahal, kata Linda, sejak dari sekolah dasar (SD), Janet sudah menggunakan jilbab. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, anaknya itu terus menggunakan kerudungnya kecuali saat berada di rumah saja.

Linda mengenang, menjadi anggota Paskibraka merupakan salah satu cita-cita yang ingin dicapai anaknya. Usahannya itu pun akhirnya membuahkan hasil.

Pada akhir Juli 2024 lalu, Janet yang masih duduk dibangku kelas 10 terpilih menjadi perwakilan Gorontalo dalam Paskibraka Nasional 2024.

Remaja kelahiran 20 Mei 2008 ini berhasil melewati berbagai proses tahapan seleksi hingga akhirnya terpilih mewakili Gorontalo.

Kebijakan tidak menggunakan jilbab, ujar Linda, sudah tercium sejak anaknya masih dalam proses seleksi Paskibraka Nasional 2024 yang dilaksanakan di Jakarta.

Ketika itu, kata Linda, anaknya sempat bercerita ke dirinya bahwa dalam proses wawancara oleh panitia BPIP ada pertanyaan terkait kesiapan anaknya untuk membuka jilbab dalam proses pengibaran bendera Merah Putih.

“Anak saya ketika diberi pertanyaan itu, dia tidak menjawab pertanyaan itu. Saya juga merasa pertanyaan itu hanya untuk mengetes saja,” jelasnya. Alih-alih bercanda, kata Linda, apa yang dipertanyakan itu ternyata terjadi.

Linda pun berharap larangan jilbab dalam pengibaran Merah Putih untuk dihapus selamanya. Ia ingin anaknya dan juga Paskibraka selanjutnya bisa menggunakan kerudung sebagai pilihan atas keyakinan mereka.

Senada, Ketua Purna Paskibraka (PPI) Provinsi Gorontalo Roman Sunge mengaku, larangan berjilbab juga sudah terlihat saat proses seleksi, di mana ada pertanyaan tentang jilbab.

“Seandainya terpilih menjadi Paskibraka Nasional 2024, apakah Anda bersedia untuk melepas jilbab?” kata Roman yang menirukan pertanyaan panitia dari BPIP ke peserta seleksi Paskibraka Nasional 2024 ketika itu.

Dari empat orang (dua perempuan dan dua laki-laki) perwakilan Gorontalo yang mengikuti seleksi nasional Juli lalu, seorang perempuan menyatakan tidak mau untuk membuka jilbabnya.

Alhasil, klaim Roman, satu orang yang menolak itu tidak lulus dalam proses seleksi Paskibraka Nasional 2024. Meski begitu, kata Roman, dirinya tak mengetahui apakah pertanyaan yang diberikan itu menjadi pertimbangan dalam seleksi.

Saat ini, kata Roman, pihaknya bersama PPI pusat sepakat telah menolak kebijakan larangan berjilbab di Paskibraka Nasional 2024. Pasalnya, kata dia, dalam proses latihan, 18 anggota Paskibraka putri masih menggunakan jilbab, tapi ketika pada proses pengukuhan tidak menggunakan jilbab.

Source: BBC News Indonesia

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)