Sengkarut PPDB Sistem Zonasi, Solusi atau Hanya Ilusi

Oleh: Putri Az Zahra*
datariau.com
834 view
Sengkarut PPDB Sistem Zonasi, Solusi atau Hanya Ilusi

DATARIAU.COM - Penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi untuk tahun ketujuh sudah mulai dilaksanakan. Sejak diberlakukannya Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB.

PPDB dengan sistem zonasi diberlakukan untuk penerimaan siswa baru mulai dari jenjang SD hingga SMA.

Hal itu diberlakukan oleh pemerintah dengan harapan dapat menghilangkan stigma sekolah favorit, pemerataan layanan pendidikan dan memberikan peluang sekolah yang bukan favorit untuk berproses lebih unggul.

Namun, bukannya terlaksana dengan baik justru malah sebaliknya. PPDB dengan sistem zonasi justru memunculkan permasalahan baru.

Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) PPDB dengan sistem zonasi menimbulkan beberapa praktek kecurangan seperti gratifikasi, pungli untuk menjamin penerimaan calon siswa, pungli dengan modus pendaftaran administrasi dan pembelian seragam/buku dan jual beli kursi dengan menambah jumlah kuota penerimaan. (Antikorupsi.org, 14/6/2024).

Hal lain juga diungkapkan oleh Guru Besar Universitas Islam Riau (UIR) Prof. Dr. Hj. Zetriuslita, Spd, Msi. terkait kelemahan dalam pemberlakuan PPDB sistem zonasi. Menurut beliau, PPDB sistem zonasi lebih banyak mendatangkan mudarat dibanding manfaatnya. Sistem zonasi membuat banyak bibit berkualitas tidak bisa masuk ke sekolah unggulan, baik SMP maupun SMA sederajat.

Terlebih lagi menurut beliau, memaksakan calon siswa memasuki sekolah berdasarkan zona atau tempat tinggal akan berdampak terhadap kualitas lulusan sekolah. Khususnya lulusan SMA sederajat yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Sehingga tidak banyak lulusan SMA unggulan yang bisa masuk kampus papan atas Indonesia.

Beliau menyarankan agar pemerintah dapat menggemukkan kuota untuk sekolah jalur siswa berprestasi di bidang akademis. (GoRiau.com, Jumat 21/6/2004).

Karena hal itulah, beberapa pengamat pendidikan meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan PPDB dengan sistem zonasi.

Karena cita-cita awal sistem zonasi diberlakukan untuk pemerataan pendidikan. Namun, nyatanya justru berpeluang kepada kecurangan dan diskriminasi.

Bila ditelisik lagi kecurangan dan kelemahan yang terjadi pada sistem ini sejatinya karena ketimpangan kualitas yang dimiliki oleh tiap-tiap sekolah.

Menurut Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang juga pengamat kebijakan pendidikan Cecep Darmawan, mengatakan ketimpangan kualitas sekolah menjadi salah satu pemicu kecurangan dalam PPDB. Pemerataan kualitas sekolah akan menutup celah kecurangan PPDB.

Jadi, jika tidak ingin masalah PPDB terus berulang, pemerintah secara bertahap harus meningkatkan pemerataan mutu pendidikan. Ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa, (11/6/2024).

Sengkarut PPDB dengan sistem zonasi ini sejatinya terjadi karena tata kelola pendidikan yang diatur dengan sistem sekuler kapitalisme. Dan inilah yang menjadi akar dari semua permasalahan yang terjadi.

Sistem ini melahirkan liberalisasi dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Sehingga pendidikan dipandang sebagai jasa yang bisa dikomersilkan atau diperjualbelikan.

Negara yang seharusnya menjadi raa'in (pengurus dan pelayan rakyat), hanya dapat memposisikan diri sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat.

Negara membuka keran bagi pihak swasta untuk terlibat aktif dalam pendidikan, termasuk penyediaan sarana dan prasarananya. Karena itu pendidikan mahal dalam sistem ini niscaya terjadi. Sebagaimana orientasi dalam sistem kapitalis yang hanya ingin mendapat "cuan" dari setiap pengurusan yang diberikan.

Oleh karena itu, selama masih menerapkan sistem kapitalis dalam mengatur pendidikan maka problem mengatasi pemerataan mutu pendidikan tidak akan bisa terwujud.

Berbeda dalam sistem Islam, dimana kepala negara bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga negaranya.

Negara hadir dalam pelaksanaan dan pelayanan pendidikan. Negara bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya termasuk pendidikan.

Sebagaimana hadis Rasulullah "Seorang imam atau kepala negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya". (HR. Al Bukhari).

Oleh sebab itu, negara bertanggung jawab memberikan sarana dan prasarana untuk menunjang mutu pendidikan, menempatkan guru-guru yang kompeten, dan menggunakan kurikulum yang shahih.

Dalam proses pembiayaan pendidikan seluruhnya bersifat terpusat yang diambil dari Baitul Maal.
Baitul Maal sendiri didapat dari kharaj, fa'i dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) sebagai kepemilikan umum, yang pengelolaannya dilakukan oleh negara bukan diserahkan ke pihak swasta.

Sehingga, tujuan mulia menjadikan pemerataan pendidikan yang berkualitas dapat terealisasi, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Wallahu a'lam. ***

*) Penulis merupakan Pegiat Literasi Islam Kota Dumai

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)