Pengangguran di Indonesia: Memprihatinkan

Oleh: Diajeng Kusumaningrum, S. Hut
datariau.com
753 view
Pengangguran di Indonesia: Memprihatinkan
Ilustrasi. (Foto: Internet)

DATARIAU.COM - Tingginya angka pengangguran di Indonesia memang tampak jelas memprihatinkan. Februari 2025 angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang naik dari angka pengangguran pada Februari 2024 yaitu 7,20 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka atau TPT memang sedikit lebih rendah dari Februari 2024 yaitu 4,76% dari 4,88%, namun jumlah angka penganggurannya naik sebanyak 8023 orang (Tempo.co 19/7/2025). Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 52,64% atau 3,9 juta dari total pengangguran nasional adalah anak muda berusia 15 sampai 24 tahun. tingkat pengangguran terbuka anak muda bahkan mencapai 16,16%, yaitu 3 kali lipat dari rata-rata nasional yang hanya 4,76%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain seperti India Malaysia Vietnam Filipina dan Thailand. banyak anak muda yang terjebak dalam pekerjaan informal berupa rendah di perkotaan tanpa jaminan mobilitas ekonomi jangka panjangin bahkan angka Not in Employment Education or Training di Indonesia mencapai 21,4% lebih tinggi dari rata-rata global (news.ums.ac.id, 24/2/2025).

Tingkat pengangguran di Indonesia memang tidak masuk dalam 10 besar negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di dunia pada tahun 2025. Namun tingkat pengangguran di Indonesia menduduki Nomor 7 tertinggi di Asia menurut IMF, dan nomor satu tertinggi di ASEAN diikuti oleh Filipina dengan tingkat pengangguran 4,5% (data.goodstats.id, 3/6/2025). Sungguh kondisi yang menyedihkan.

Pemerintah Indonesia mengklaim beberapa usaha mengatasi masalah pengangguran tersebut dengan menyelenggarakan berbagai Job Fair, namun ada isu bahwa banyak job fair yang dianggap hanya formalitas belaka, Karena perusahaan tidak benar-benar membuka lowongan. Tentu hal ini membuat pencari kerja merasa frustrasi dan kecewa. Beberapa job fair juga sangat timpang dari banyaknya lowongan yang dibuka dengan jumlah pencari kerja yang hadir. Contohnya di Bekasi Jobfair, cukup kisruh dan banyak peserta yang pingsan karena antrean panjang, sistem informasi yang kacau, dan minimnya kesiapan teknis untuk melayani ribuan pencari kerja (nasional.kompas.com, 2/6/2025). Sebagai informasi, jumlah lowongan yang tersedia di job fair Bekasi hanya sekitar 2500-an, sementara peserta Job Fair yang hadir lebih dari 25.000 orang pencari kerja.

Beberapa upaya lain yang dilakukan pemerintah Indonesia diantaranya; pelatihan dan pendidikan vokasional, pembangunan infrastruktur, Rumah Program Padat Karya, dukungan untuk UMKM, program kartu pra kerja, reformasi regulasi tenaga kerja, pengembangan sektor pariwisata. Upaya upaya ini disinyalir dapat menjadi solusi untuk menurunkan angka pengangguran, akan tetapi nyatanya tidak berpengaruh signifikan terhadap kemudahan mencari kerja di negara ini.

Yang patut menjadi perhatian adalah Indonesia diperkirakan akan menikmati bonus demografi terbesar antara tahun 2025 hingga puncaknya tahun 2045 (suaramuslim.net, 30/7/2025). Bonus demografi ini adalah fenomena ketika proporsi penduduk usia produktif (yaitu 15-64 tahun), lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia non produktif anak-anak dan lansia. Jika jumlah penduduk usia produktif mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lansia maka itulah bonus demografi. Namun bonus demografi ini akan menjadi bencana demografi apabila sebagian besar penduduk usia produktif mengalami masalah pengangguran sehingga mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya yang serba mahal di era kehidupan kapitalistik.

Apabila kita hendak mengaitkan data pengangguran dengan kondisi kemiskinan di Indonesia pada tahun 2025 ternyata berdasarkan data Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia turun menjadi 23,85 juta orang atau sekitar 8,47% dari total populasi per Maret 2025 titik ini lebih rendah dibandingkan dengan angka pada September 2024 yang mencapai 8,57% (www.bbc.com, 29/7/2025). Namun angka ini tidak bisa merepresentasikan kondisi aktual, karena distribusi kemiskinan tidak merata, dan kesenjangan pendapatan sangat tinggi.

Angka pengangguran di negara kita hanyalah gambaran puncak gunung es dari kondisi realitas asli sulitnya mencari kerja di Indonesia. Gelombang PHK di berbagai wilayah Indonesia masih belum berakhir, banyaknya pekerja setengah menganggur, pekerja dengan gaji yang sangat minim, sementara anak-anak muda yang akan lulus sekolah akan menambah jumlah pencari kerja dan menambah tinggi peluang persaingan kerja di negara ini.

Bagaimana Islam Mengatasi Pengangguran

Ajaran Islam memberikan mekanisme jaminan kesejahteraan dengan mewajibkan laki-laki untuk bekerja. Namun, hal ini membutuhkan support system yaitu negara, dengan memberikan sistem pendidikan yang memadai sehingga seluruh rakyat khususnya laki-laki memiliki kepribadian Islam yang baik sekaligus skill yang mumpuni (muslimahnews, 7/5/2025).

Pada saat yang sama, negara pun wajib menyediakan lapangan kerja yang halal serta iklim kerja yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Caranya adalah dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal, dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh sekelompok orang saja, apalagi asing. Termasuk mencegah berkembangnya sektor non riil yang kerap menghambat, bahkan menghancurkan perekonomian negara.

Sektor-sektor dengan potensi yang sangat besar, seperti pertanian, industri, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan sejenisnya, digarap secara serius dan sesuai dengan aturan Islam. Pembangunan dan pengembangan sektor-sektor tersebut dilaksanakan merata di seluruh wilayah negara sesuai potensinya.

Negara pun menerapkan politik industri yang bertumpu pada pengembangan industri berat. Hal ini kemudian mendorong perkembangan industri-industri lainnya hingga mampu menyerap ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah dengan kompetensi berkualitas dalam keahlian dan ketakwaan sebagai output sistem pendidikan Islam.

Negara pun turut serta memberi bantuan modal dan pelatihan skill kepada rakyat yang membutuhkan. Bahkan, mereka yang lemah, cacat, atau tidak mampu bekerja, akan diberikan santunan oleh negara sehingga dapat hidup dengan sejahtera dan layak.

Selain itu, negara akan mempermudah layanan publik, bahkan menggratiskannya sehingga apa pun pekerjaannya tidak menghalangi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar dan kehidupan yang layak. Selanjutnya, kualitas anak anak/generasi SDM penerus pun akan meningkat untuk turut memajukan umat.

Hal ini hanya bisa didapatkan bila paradigma negara diarahkan pada paradigma kepemimpinan Islam sebagai pengurus dan penjaga (ra'in dan junnah). Seorang pemimpin negara akan bertanggungjawab atas setiap orang yang dipimpinnya. Jika ada seorang rakyat yang menderita karena buruknya pengurusan mereka, pemimpin akan menerima azab Allah Subahanahu wa ta'ala. Jadi jika ada rakyat yang menderita akibat pengangguran yang pelik dan berkepanjangan, maka pemimpinlah yang bertanggungjawab di hadapan Allah Subahanahu wa ta'ala. Wallahu A'lam bishsowwab.***

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)