PEKANBARU, datariau.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dinilai telah mencederai hukum pasca penghentian penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan video wall di Diskominfotik dan Persandian Kota Pekanbaru. Hal itu diungkapkan Bobi Kurniawan, Ketua Satma PP Komisariat UIR, Selasa, 15 September 2020.
"Kami sangat menyayangkan terkait hal itu," sebut Bobi.
Menurut Bobi, pihaknya telah melakukan kajian dan akan kembali menyuarakan.
"Dan insyaa Allah disuarakan," tegasnya.
Sebelumnya, akibat penghentian kasus tersebut, sejumlah mahasiswa telah mendatangi Gedung Kejati Riau di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru dan melakukan aksi penolakan.
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Riau itu menggelar unjuk rasa sebagai bentuk penolakan.
Bentuk penolakan tersebut diantaranya menyampaikan sejumlah pernyataan sekaligus melepas kotak berisi beberapa ekor tikus warna putih.
Tikus itu pun dilepaskan mahasiswa ke dalam Kantor Korps Adhyaksa sebagai bentuk kekecewaan atas kebijakan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara senilai Rp4,4 milar tersebut.
"Kami beransumsi, Kejati Riau bermain mata dan masuk angin. Karena, kasus dugaan korupsi pengadaan video wall di-SP3 beberapa waktu lalu," ungkap Ketua Presma BEM UIR, Novianto.
Pada perkara ini, ujar Novianto, penyidik telah menetapkan dua tersangka VH selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), dan Direktur CV Solusi Arya Prima (SAP) berinisial AM selaku penyedia barang.
Keduanya diketahui telah mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan atas perbuatannya.
"Seharusnya, meski uang kerugian negara dikembalikan proses hukum tetap berlanjut," jelasnya.
Novianto menambahkan, tindak pidana korupsi (tipikor) dalam jumlah besar berpotensi merugikan keuangan negara. Sehingga dapat mengganggu sumber daya pembangunan.
Untuk itu, pemberantasan korupsi secara hukum pidana mesti dilaksanakan dengan konsisten sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku serta ketentuan terkait yang bersifat represif.
Bahkan, kata dia, dalam penanganan tipikor, jaksa berperan sebagai penyidik dan sebagai penuntut umum.
Oleh karena itu, jaksa pada pemberantasan tipikor secara hukum pidana memiliki peranan sangat dominan.
Atas kondisi ini, ia menilai, Kejati Riau belum maksimal menjalankan tugas wewenangnya selaku penegak hukum.
Sehingga, dinilai gagal mengatasi kasus tipikor di Bumi Melayu.
Terpisah, Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Muspidauan mengapresiasi setinggi-tingginya atas dukungan yang disampaikan para mahasiswa. Ditegaskannya, Kejati Riau akan menuntaskan segala laporan tipikor yang masuk.
"Kami bekerja secara profesional dan proporsional dengan mengikuti segala aturan serta ketentuan yang berlaku," kata Muspidauan.
Untuk diketahui perkara dugaan korupsi video wall dihentikan dengan pertimbangan kerugian negara yang ditimbulkan atas perkara tersebut sudah dikembalikan ke kas negara. Kemudian, perangkat video wall yang terpasang di Command Center Pekanbaru tetap difungsikan.
Sehingga, negara tidak dirugikan dan malah diuntungkan. Perkara ini terungkap setelah adanya kerusakan pada dua dari 15 unit monitor di video wall yang dibeli menggunakan APBD Kota Pekanbaru Tahun Anggaran (TA) 2017.
Atas kondisi itu, Diskominfotik dan Persandian Pekanbaru menghubungi pabrikan layar monitor untuk memperbaiki monitor yang rusak. Namun pabrikan atau distributor resmi tidak mau memperbaiki bagian yang rusak karena merasa tidak pernah mengirim.
Modusnya adalah melakukan pengadaan tetap dengan menggunakan katalog elektronik. Tapi, faktanya pengadaan tersebut tidak sesuai dengan yang tertera di katalog elektronik. Peralatan elektronik itu tidak memiliki dokumen resmi termasuk garansi. (abd)