Hari Anak Sedunia Tanpa Anak-anak Gaza

Oleh: Ita Harmi
datariau.com
1.318 view
Hari Anak Sedunia Tanpa Anak-anak Gaza
Ilustrasi. (Foto: int)

DATARIAU.COM - Memasuki tahun kedua perang di Gaza, belum ada tanda-tanda bahwa perang akan segera berakhir. Bahkan semakin memanas. Akhir-akhir ini Israel justru menjatuhkan bom api ke tenda pengungsian, hingga menyebabkan beberapa pengungsi hangus terbakar tenda plastik yang mereka tempati. Korban perang makin bertambah. Sampai bulan November 2024 ini, korban perang di Gaza sudah melebihi 44.000 jiwa. Kebanyakan korban adalah anak-anak dan perempuan (Antara, 21/11/2024).

Tepat di hari anak sedunia 20/11/2024 kemarin, Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan bahwa Gaza telah berubah menjadi kuburan bagi anak-anak. Mereka dibunuh, diusir secara paksa dari rumah-rumahnya, dirampas keamanannya, dihentikan pendidikannya, dan tidak bebas untuk bermain (Antara, 21/11/2024).

Hari anak sedunia yang diinisiasi oleh UNICEF sebagai salah satu badan resmi PBB, menetapkan 20 November sebagai hari anak internasional. Namun siapa sangka, ada sekat tak kasat mata diantara anak-anak sedunia. Yang mereka maksud anak-anak bukanlah anak-anak Gaza di Palestina. Bila memang mereka bergerak secara global dan atas rasa kemanusiaan, maka anak-anak Gaza adalah prioritas utama mereka hari ini.

Anak-anak Gaza sudah tidak lagi bergelut dengan kemiskinan, kelaparan, situasi broken-home keluarga, ataupun eksploitasi dan perdagangan anak. Tapi mereka bergelut dengan darah dan nyawa mereka sendiri. Setiap menit mereka dihantui oleh serangan rudal yang datang tak kenal siang dan malam. Hanya Tuhan dan Israel la'natullah yang tahu apakah anak-anak Gaza masih berkesempatan melihat matahari besok harinya atau tidak.

Ini membuktikan bahwa setiap agenda kemanusiaan yang dibangun oleh lembaga global hanyalah kamuflase untuk menutupi kebiadaban mereka. Anak-anak Gaza adalah tumbal keserakahan kekuasaan para elit global. Mereka memang sengaja membuat penduduk dunia bersimpati atas program kemanusiaan yang mereka jalankan, akan tetapi di sisi lain, mereka justru tuli, bisu, dan buta atas nasib nahas yang merenggut hak hidup manusia di belahan dunia lain.

Sadarilah bahwa, institusi global seperti PBB dan turunannya adalah institusi buatan Barat pasca Perang Dunia II. Diciptakan oleh negara-negara adidaya perang saat itu, seperti Amerika, Inggris, Rusia (Uni Soviet), Prancis, dan China. Maka tentu saja institusi ini hanya akan dan selalu bergerak sesuai dengan agenda penjajahan mereka di seluruh penjuru negeri yaitu agenda Kapitalisme.

Perang Gaza adalah perang kepentingan. Seperti yang diketahui, Israel sedang mati-matian membangun Terusan Ben Gurion yang memutus Laut Tengah menuju Laut Merah via Teluk Aqobah. Terusan ini berlokasi di Negev, selatan Israel, yang berdekatan dengan Jalur Gaza, Palestina. Selama ini pembangunan terusan tersebut sesuai rencananya akan dibangun di Negev. Namun hal ini menelan biaya yang besar karena rute yang berbelok.

Untuk menghemat biaya pembangunan, maka rute Terusan mesti dibangun lurus seperti halnya Terusan Suez di Mesir. Namun rute ini hanya bisa dilewati diatas daerah Jalur Gaza yang hari ini dikuasai oleh Hamas. Inilah yang menjadi sumber konflik. Menurut klaimnya, Jalur Gaza adalah bagian dari negara Israel. Sehingga secara zonasi, Israel merasa berhak mengusir bahkan membunuh pihak-pihak yang menghalangi kepentingannya di wilayah kekuasaannya.

Namun tidak dengan Hamas dan penduduk Gaza. Jalur Gaza adalah tanah air yang akan mereka lindungi dengan darah dan air mata. Apalagi Baitul Maqdis di Yerusalem, salah satu tempat suci kaum Muslim sedunia adalah harga mati yang tak tertukar dengan apapun.

Proyek Terusan ini bila berhasil dikerjakan, memiliki potensi ekonomi dan geopolitis yang luar biasa strategis bagi Israel. Bahkan akan mengalahkan Terusan Suez. Israel bahkan akan mampu mengendalikan perdagangan dunia dari Eropa dan Asia, juga sebaliknya. Tentu saja ini akan menguatkan posisi Israel di mata dunia.

Dilansir dari Vertizone Tv, seorang politikus dari partai Hadash Ta'al, Aymen Odeh, menyampaikan pernyataannya di Knesset (Parlemen Israel) di hadapan Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel saat ini. Dalam pernyataannya dia menyampaikan bahwasanya ada 17.385 bayi yang sudah dibunuh di Gaza, 825 diantaranya di bawah satu tahun. Dan ada 35.055 bayi yang menjadi yatim piatu sejak setahun perang terakhir ini (20/11/2024).

Kemana UNICEF dan PBB? Bukankah mereka punya ahli dan tenaga survey yang bisa diandalkan? Apakah anak-anak Gaza tak berharga nyawanya? Atau memang mereka tak dianggap ssbagai manusia? Kehadiran UNRWA sebagai delegasi PBB di Timur Tengah juga tidak menjadi solusi atas pedihnya nasib rakyat Palestina dan anak-anak Gaza. Lembaga ini tak lebih dari sekadar proyek cuci tangan Barat untuk menutupi kebiadaban mereka atas penduduk Palestina.

Keberadaan pemimpin negeri-negeri muslim pun juga tak berwujud. Dari lebih 50 negeri muslim yang ada, tidak satupun dari mereka yang mengirimkan seorang tentaranya untuk membantu rakyat Palestina. Kalaupun ada, mereka bergerak atas seizin PBB, maka agendanya pun bukan untuk membantu muslim Palestina melawan Israel, melainkan sesuai agenda PBB dimana biasanya mereka ditugaskan di bagian perbatasan saja, bukan terjun langsung di wilayah konflik. Inilah bukti nyata pengkhianatan para pemimpin negeri muslim atas saudara seiman mereka. Barat lebih mereka taati alih-alih untuk berempati terhadap kaumnya.

Sejatinya derita yang dialami anak-anak Gaza adalah hasil penjajahan global atas negara Palestina. Maka satu-satunya institusi yang mampu melindungi kaum Muslim adalah institusi global yang disahkan dalam Islam, yaitu Khilafah. Bersatunya kaum muslim di seluruh dunia tanpa sekat nasionalisme adalah jawaban atas ketertindasan Palestina. Israel tidak mempan dengan retorika politik, karena di tangan merekalah skenario politik dunia.

Sebagaimana yang pernah dialami oleh Rasulullah saw saat menghadapi Yahudi dari Bani Qainuqa'. Saat itu seorang muslimah dilecehkan oleh pria yahudi di pasar. Seorang pria muslim yang melihat kejadian itu lalu membunuh Yahudi tersebut, hingga ia dibunuh pula oleh Yahudi lainnya. Peristiwa ini sampai ke telinga Rasulullah saw yang akhirnya Bani Qainuqa' diusir oleh Rasul saw dari Madinah. Saat itu Rasul saw adalah seorang Nabi sekaligus pemimpin kekuasaan Islam yang berpusat di Madinah.

Di masa Abbasiyah dalam kepemimpinan Al Mu'tashim Billah, seorang budak muslimah juga mengalami hal yang sama. Ujung pakaiannya dikaitkan ke paku oleh orang Romawi saat ia berbelanja ke pasar di kota Amuriah di Turki, sehingga ketika ia berdiri robeklah pakaiannya sampai terlihat sebagian auratnya. Kontan saja ia berteriak minta tolong kepada amirnya Al Mu'tashim Billah.

Begitu kabar ini sampai ke telinga Al Mu'tashim di Baghdad, sontak ia langsung mengirim tentaranya. Tercatat dalam tinta emas sejarah bahwa tentara Al Mu'tashim panjangnya dari gerbang istananya Di Baghdad hingga ke kota Amuriah tanpa putus. Lima bulan lamanya Amuriah di kepung Al Mu'tashim, hingga takluk di tangannya. Sebanyak 30.000 tentara Romawi terbunuh dalam pertempuran dan 30.000 lainnya ditawan.

Inilah yang harusnya dilakukan oleh kaum muslim atas Gaza hari ini. Bersatunya kaum muslim dalam satu kepemimpinan global adalah kunci terbebasnya anak-anak Gaza dan di Palestina dari derita. Bukan rekonsiliasi dengan musuh Islam, bukan pula Win Win Solution ala Barat. Untuk menangkap pelaku genosida dan penjahat perang seperti Israel saja Barat tidak sanggup melakukannya, lalu harapan apa yang ditumpangkan dari lembaga dunia seperti PBB?

Palestina tidak akan pernah merdeka dengan sistem nasionalisme, meski Barat memberikan kemerdekaannya. Namun Barat akan selalu mengontrol dan mengawasi setiap kebijakan dalam negerinya agar tidak berbenturan dengan agenda globalnya, yaitu The New World Order atau Tatanan Dunia Baru dibawah kendali mereka. Seperti yang mereka lakukan kepada 50 negeri muslim yang ada saat ini.

Anak-anak adalah generasi penerus masa depan peradaban. Oleh karenanya Islam menjamin penuh seluruh kebutuhan mereka. Setiap anak wajib untuk belajar karena kebutuhannya dijamin negara. Tersedianya pendidikan yang berkualitas adalah tanggung jawab negara tersebab fardhu 'ain-nya menuntut ilmu bagi setiap muslim dan muslimah.

Kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, dan papan bahkan juga ditanggung negara bila kepala keluarga memang tidak sanggup untuk memenuhinya secara layak. Harta kaum muslim begitu berlimpah di setiap sudut negeri muslim, mustahil bila anak-anak muslim akan terlantar hidupnya. Bukankah harta ini yang sedang dirampas paksa oleh Barat hari ini?

Nyawa dalam Islam begitu berharga. Menghilangkan satu nyawa sama nilainya dengan memusnahkan alam semesta beserta isinya, demikian Rasulullah saw berkata. Bahkan untuk satu pembunuhan saja bisa divonis bayar dengan nyawa! Hal ini tentu saja untuk menjaga jiwa manusia dan kehidupan.

Maka bersatulah wahai kaum muslim! Ainal antum yaa muslimun? Israel tidak takut dengan tentara nasionalisme kiriman negeri-negeri muslim. Lihatlah Lebanon dan Yaman hari ini, Israel dengan leluasa memborbardir siapa saja yang tak sejalan dengan mereka. Bersatunya kaum muslim sedunia adalah mimpi buruk bagi Israel dan Barat sesungguhnya, namun itulah awal kembalinya kejayaan Islam dan mulianya jiwa manusia. Wallahu a'lam bishowwab. ***

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)