DATARIAU.COM- Stres tidak hanya memengaruhi
mental seseorang tetapi juga fisik, sehingga mengelolanya dengan baik sangat
penting untuk mencegah berbagai masalah kesehatan yang dapat mengganggu tujuh
sistem tubuh.
Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Dr Jiemi Ardian Sp.KJ mengatakan bahwa stres yang dibiarkan
berlarut-larut bisa membuat respons tubuh tidak adaptif. "Respons tidak
adaptif ini memunculkan distress atau penderitaan, bisa pada individu tersebut
atau pada individu di sekitarnya," ujar Jiemi kepada Kompas.com pada Jumat
(13/6/2025).
Menurut American
Psychological Association, tubuh sebenarnya bisa dengan sendirinya mengelola
stres sesaat, tetapi stres yang berlangsung lama atau kronis cenderung
menyebabkan efek serius pada tubuh. Efek stres memengaruhi sistem
muskuloskeletal, pernapasan, kardiovaskular, endokrin, gastrointestinal, saraf,
dan sistem reproduksi.
Sistem
Muskuloskeletal
Saat
timbul stres, otot akan menegang seketika dan akan kembali rileks ketika stres
mereda. Ketika tidak mengelola stres dengan baik, ketegangan akan berlangsung
lama dan bisa memicu reaksi tubuh lainnya seperti sakit kepala, migrain, nyeri
bahu, dan nyeri leher.
Sistem
Pernapasan
Stres dan
emosi yang kuat, baik kronis maupun akut, bisa menyebabkan masalah pernapasan
seperti napas pendek dan napas cepat. Masalah itu terjadi karena saluran udara
antara hidung dan paru-paru bisa menyempit saat stres, sehingga akan
memperparah kondisi orang yang sudah memiliki penyakit pernapasan.
Sistem
Kardiovaskular
Baik
stres kronis maupun akut bisa memengaruhi kardiovaskular dengan menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan kontraksi otot jantung yang lebih kuat. Jika
stres berlangsung kronis, bisa muncul masalah seperti tekanan darah tinggi,
serangan jantung, dan stroke.
Sistem
Endokrin
Stres
memengaruhi sistem endokrin dengan meningkatkan produksi hormon kortisol yang
sering disebut sebagai hormon stres. Stres yang berlangsung terus-menerus
dikaitkan dengan perkembangan berbagai kondisi kesehatan fisik dan mental,
termasuk kelelahan kronis, gangguan metabolisme seperti diabetes dan obesitas,
depresi, dan gangguan kekebalan tubuh.
Sistem
Gastrointestinal
Stres
bisa memengaruhi komunikasi otak dan usus, yang bisa memicu rasa sakit,
kembung, dan ketidaknyamanan di perut. Sebaliknya, kondisi usus yang dihuni
oleh jutaan bakteri juga dapat memengaruhi kemampuan berpikir dan emosi.
Sistem Saraf
Sistem saraf otonom memiliki peran
langsung terhadap respons stres. Saat tubuh stres, sistem saraf simpatik
berkontribusi pada respons fight or flight dan tubuh akan mengalihkan sumber
daya energinya. Stres yang berlangsung terus-menerus dan tidak dikelola dengan
baik dapat menyebabkan kelelahan jangka panjang pada tubuh.
Sistem
Reproduksi
Pada
pria, stres bisa mengakibatkan penurunan gairah seks atau libido, bahkan bisa
menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Stres kronis juga bisa berdampak
pada produksi dan pematangan sperma. Pada wanita, stres memengaruhi sistem
reproduksi yang membuat gangguan pada siklus menstruasi dan berdampak negatif
pada kemampuan untuk hamil.
Jiemi mengatakan
ada banyak strategi yang bisa dilakukan untuk mengelola stres. "Bisa
relaksasi, bisa latihan spiritual, ibadah dan sebagainya, bisa juga
latihan-latihan relaksasi progresif, meditasi. Dan juga yang meningkatkan
aktivitas fisik, misalnya olahraga, serta makan makanan gizi seimbang,"
sebutnya.
Menurut
Kementerian Kesehatan, cara mengelola stres meliputi konseling ke pakar atau
curhat ke teman terdekat, makan makanan sehat, olahraga dan aktivitas fisik
minimal 30 menit selama lima kali seminggu, menyalurkan hobi, meditasi, cukup
tidur, dan beribadah untuk mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.***
Sumber:Kompas.com