BENGKALIS, datariau.com - Suku Olak merupakan salah satu suku asli Mandau, Kabupaten Bengkalis yang selama ini terampas tanah ulatnya, meminta 13.000 hektare tanah Suku Olak yang dikusai PT Arara Abadi kembali diserahkan kepada mereka.
Tuntutan ini adalah satu dari tiga tuntutan yang disampaikan Suku Olak, seperti yang disampaikan Fandy Al Rasyid, Kuasa Suku Olak untuk kembali mendapatkan tanah ulayat mereka.
"Perjuangan untuk mendapatkan kembali tanah ulayat Suku Olak ini sudah lama kami lakukan, bahkan saat Datuk Seri Fachruddin Syarif Kepala Suku Olak dan Ketua Majelis Tinggi LAMR Kawasan Mandau masih hidup," ujar Fadly.
Diantara tuntutan yang diperjuangkan Suku Olak ini adalah meminta PT Arara Abadi membayarkan kompensasi kepada Suku Olak atas pemakaian hutan tanah ulayat sejak tahun 2000 sampai tahun 2020.
"Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor: 703 Tahun 2013 tentang HPHTI PT Arara Abadi belum memiliki legalitas karena tata batas antara areal HPHTI dengan masyarakat ditolak seluruh desa se-kecamatan Sungai Mandau dan Kecamatan Talang Muandau," ujar Fandy.
Dipaparkan Fandy, Suku Olak termasuk dalam Rumpun Melayu Puak Petalangan, wilayah kehidupan mereka meliputi Kepenghuluan Melibur, Kepenghuluan Tasik Serai, Kepenghuluan Tasik Betung dan Kepenghuluan Olak.
Dikatakan Fadly, pada tahun 1996 ketentraman Suku Olak mulai terusik dengan kedatangan PT Arara Abadi yang merebut hutan tanah Suku Olak secara paksa dengan pola HTI berdasarkan SK Menhut Nomor 743/kpts-II/1996 yang dibackup oleh BKO dari TNI dan security perusahaan.
"Pada tahun 1999 melalui Kanwil Kehutanan Propinsi Riau kami memperoleh buku tentang Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 yang mana di salah satu bab yaitu Bab IX pasal 67 memuat tentan hak-hak masyarakat adat," katanya.
Berawal dari sinilah kemudian Suku Olak melakuan ikatan kerjasama dengan Koperasi Rimba Bertuah yang beralamat di Pekanbaru dengan tujuan mengelola hutan tanah Suku Olak secara bersama-sama.
Pada awal tahun 1999 Kepala Suku Olak Fachruddin Syarif bersama Ketua Koperasi Rimba Bertuah Ir Delta mulai mengajukan permohonan kepada Kanwil Kehutan Propinsi Riau.
"Permohonan kita disambut baik dengan dikeluarkannya pertimbangan teknis oleh Kanwil Kehutanan Propinsi Riau," sebut Fadly.
Permohonan ini juga diteruskan ke Gubernur Riau. Gubernur Riau ketika itu mengeluarkan surat rekomendasi, yang permohonan ini kemudian diteruskan ke Kementerian Kehutanan dan Planologi di Jakarta.
"Saat dilakukan aktualisasi dan verifikasi di lapangan dengan surat tugas yang dikeluarkan Kanwil Kehutanan Propinsi Riau, perkembangan di lapangan PT Arara Abadi telah menguasai lahan yang dicadangkan untuk HPHTC Koperasi Rimba Bertuah seluas 13.000 hektar," sebut Fandy.
Menyiasati persoalan ini, Kakanwil Kehutanan Provinsi Riau Ir Darminto kala itu memfasilitasi pertemuan yang dihadiri Datuk Seri Fachruddin Syarif, Kepala Suku Olak dan Ketua Majelis Tinggi LAMR Kawasan Mandau, dan sejumlah perwakilan Suku Olak dengan manajemen PT Arara Abadi
"Pada pertemuan itu menghasilkan kesepakatan PT Arara Abadi akan memmberikan kompensasi kepada Masyarakat Adat Mandau Persukuan Olak sesuai dengan luasan tanah dan hutan adat yang terpakai PT Arara Abadi. Luas hutan tanah Suku Olak yang dipakai perusahaan lebih kurang 4500 hektare ditanami ekaliptus," ujar Fadly.
Adapun, hutan tanah Persukuan Olak seluas 4500 yang dipakai PT Arara Abadi dan ditanami akasia terdapat di Blok Melibur seluas 3600 hektare dan Blok Mempoleh Gending seluas 900 hektare.
"Semasa Gubernur Riau dipimpin HM Rusli Zainal, kami juga mengadukan hal ini, supaya tanah ulayat yang dikuasai PT Arara Abadi diserahkan ke Suku Olak. Namun, hal ini tidak pernah terselesaikan sama sekali," sebut Fadly.
Sedangkan Suku Olak melalui Datuk Seri Fachruddin Syarif Kepala Suku Olak dan juga sebagai Ketua Majelis Tinggi Lembaga Adat Melayu Riau Kawasan Mandau memperjuangkan tanah ulayatnya ini, telah melakukan berbagai cara. Diantaranya pada tanggal 11 Desember 2019 dengan menyurati Kementerian KLHK.
Pada 8 Januari 2020, Datuk Seri Fachruddin Syarif Kepala Suku Olak juga menyurati Ombudsman RI dan memberi kuasa kepada Fandy Al Rasyid yang teregister di Ombudman RI Nomor:211/LM/II/2020/JKT dan Surat LAMR Kawasan Mandau Nomor; 01/LAMRKawasan Mandau/I/2020 Perihal Permohonan Penyeleseian Maladministrasi di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, atas Pembiaran Penyerobotan Lahan Masyarakat Adat Persukuan Olak Oleh PT Arara Abadi dan PT Balai Kayang Mandiri.
"Pada 4 Oktober 2022 Ombudsman RI dengan Nomor Surat; T/2249/LM.28-K5/211.2020/IX/2022 mengadakan Konsiliasi Laporan Masyarakat Nomor Register: 211/LM/II/2020/JKT atas nama Fandy Al Rasyid. Pertemuan ini dihadiri Keasistenan Utama V Ombudsman RI, Perwakilan Direktorat Jendral Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Perwakilan Direktorat Planologi Kehutanan Tata Lingkungan, Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Perwakilan Persukuan Olak dan Direktur Utama PT Arara Abadi," sebut Fandy Al Rasyid.
Ditambahkan Fandy, berita acara sepakat rapat kedua pada 2 November 2022 dengan nomor surat Ombudsman RI: T/2464/LM.28K5/211.2020/X/2022. "Kami sangat berharap dan bermohon, tanah Ulayat Suku Olak kembalikan ke Suku Olak," ujar Fandy.
Sementara itu, Humas PT Arara Abadi Herwansyah saat dihubungi terkait tuntutan dari Masyarakat Suku Olak Sungai Mandau mengatakan, semua masih dalam tahap pembicaraan yang telah dimulai sejak tahun 2000 silam.
"Ini sudah berlangsung sejak tahun 2000 yang lalu. Semuanya masih dalam tahap pembicaraan, kami tidak tahu objek yang dimaksud itu dimana dan berapa luasnya. Ini masih dalam tahap pembicaraan," kata Herwansyah. (ido)