Terkait Kepemilikan Lahan Sawit, Masyarakat Empat Dusun di Desa Talang Tujuh Buah Tangga Inhu Menuntut Pertangungjawaban Kades

datariau.com
1.840 view
Terkait Kepemilikan Lahan Sawit, Masyarakat Empat Dusun di Desa Talang Tujuh Buah Tangga Inhu Menuntut Pertangungjawaban Kades
Heri
Masyarakat empat dusun dari Desa Talang Tujuh Buah Tangga, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu menuntut pertanggungjawaban Kepala Desa, Sierlina.

RENGAT, datariau.com - Masyarakat empat dusun dari Desa Talang Tujuh Buah Tangga, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu menuntut pertanggungjawaban Kepala Desa, Sierlina.

Mereka yang juga tergabung dalam Solidaritas Petani Kelapa Sawit (SPKS) Desa Talang Tujuh Buah Tangga mengantarkan surat resmi kepada Sierlina sebagai bentuk tuntutan mereka. Surat tersebut berisi agar Sierlina mempertanggungjawabkan surat bukti kepemilikan lahan petani yang sudah bertahun-tahun menguasai lahan dan melakukan usaha perkebunan kelapa sawit.

"Tapi sayang, sudah berapa hari ini Sierlina tidak masuk kantor, begitu juga dengan sekretarisnya. Alhasil kelompok masyarakat ini kemudian menitipkan surat itu kepada salah satu staf kantor desa," kata Jonatan, salah seorang perwakilan warga yang juga koordinator SPKS, Rabu (20/12/2017).

Menurut Jonatan, mereka tidak menggarap lahan secara ilegal. Sebab, katanya para warga yang memiliki lahan di desa tersebut membeli dari kepala desa dan juga mendapatkan surat-surat resmi dari Kades serta camat sebagai bentuk pengakuan.

Bahkan saat proses pembuatan surat, kata Jonatan, desa menurunkan juru ukur ke lapangan. Untuk pengukuran serta penerbitan surat per kaplingnya, pemilik lahan mengeluarkan biaya kurang lebih Rp 1,55 juta. "Uang itu diluar yang ukur dan lainnya," kata Jonatan.

Tuntutan warga ini didasari oleh konflik antara warga pemilik lahan dengan PT Bukit Betabuh Sei Indah (BBSI). Pihak PT BBSI mengklaim bahwa sekitar 4000 hektar lahan desa, termasuk dalam konsesi perusahaan.

Semenjak Agustus 2017 hingga Desember 2017, sempat dilakukan sejumlah mediasi antara warga dengan pihak perusahaan. Namun sepanjang empat bulan tersebut juga sempat terjadi beberapa kali konflik antara warga dan perusahaan. Konflik mulai memanas ketika pihak perusahaan menutup akses warga.

"Kami berusaha mengajak perusahaan mencari solusi, namun enggak ada hasil. Begitu juga saat persoalan ini kami laporkan ke kepala desa dan camat, hasilnya sama saja," kata Jonatan.

Menurut Jonatan, selama konflik terjadi sudah tiga orang warga yang dianiaya oleh oknum pekerja perusahaan. Jonatan juga mengatakan pada tanggal 9 Desember 2017 lalu, perusahaan menyebar selebaran ultimatum. Dalam surat itu dijelaskan agar petani mengosongkan lahan dan membongkar rumah paling lambat tanggal 29 Desember 2017.

"Kamis harus mengosongkan rumah dan lahan paling lambat tanggal 29 bulan ini (Desember red), dan jujur kami dilematis. Seakan-akan kami ini penyerobot, kalau kami tinggalkan, lahan itu hak kami tapi kalau tidak kami tinggalkan, kami enggak tahu apa yang akan terjadi," kata Jonatan.

Kepala Dusun IV Desa Talang Tujuh Buah Tangga, Enos Jaipul menyayangkan sikap perusahaan. "Mestinya perusahaan tidak sesadis itu, sebab masing-masing perusahaan maupun petani sama-sama mengantongi legalitas dari pemerintah," kata Enos.

Enos juga menyampaikan bahwa pihaknya tidak ingin terjadi konflik. "Kami tidak ingin ada konflik, apalagi soal pertumpahan darah. Itulah makanya kami mengantar surat kepada kepala desa," pungkasnya.

Terkait hal ini, Kepala Desa Talang Tujuh Buah Tangga belum bisa dikonfirmasi, beberapa nomor seluler yang dahulunya diketahui milik Kades namun saat ini sudah tidak aktif lagi. Tim akan berupaya konfirmasi ke kediaman Kades.

Penulis
: Heri
Editor
: Riki
Sumber
: Datariau.com
JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)