Ilusi Bergizi dalam Makan Bergizi Gratis

Oleh: Astuti Rahayu Putri
datariau.com
618 view
Ilusi Bergizi dalam Makan Bergizi Gratis
Ilustrasi. (Foto: Internet)

DATARIAU.COM - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memang sudah terlaksana. Namun pelaksanaannya memicu berbagai problema. Mulai dari keterbatasan anggaran, kendala distribusi yang kurang ketat, hingga baru-baru ini muncul kejadian keracunan terkait MBG.

Bahkan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, menjabarkan ada laporan 17 kejadian keracunan MBG di 10 provinsi RI (sumber: news.detik.com/16-05-2025).

Salah satu kejadian terjadi di Bogor. Hingga kini tercatat ada 233 orang yang merupakan siswa TK hingga SMA menjadi korban keracunan. Dari 223 yang keracunan, sebanyak 45 orang menjalani rawat inap, 49 rawat jalan, dan 129 mengalami keluhan ringan. Terungkap bahwa ada dua bakteri yang menjadi penyebabnya, yakni Salmonella dan E Coli. (sumber: news.detik.com/15-05-2025).

Miris, program populis makin eksis akan tetapi pelaksanaannya jauh dari kata idealis. Seperti MBG ini, salah satu program yang dekat dengan rakyat dan memang sangat dinanti realisasinya. Namun sayang saat pelaksanaan malah tak sesuai harapan.

Padahal rakyat sudah optimis generasi bisa terpenuhi standar gizinya. Tapi rakyat lagi-lagi hanya diberi mimpi yang tak tahu kapan akan menjadi nyata. Kalau begini, akankah pemenuhan gizi generasi hanya sekedar ilusi? Lalu bagaimana agar benar-benar terealisasi?

Memang, berbicara mengenai kesejahteraan rakyat akan sangat bergantung bagaimana kebijakan pemimpinnya. Sedangkan kebijakan pemimpin akan di pengaruhi oleh sistem kehidupan yang diterapkan. Ketika sistem kehidupan tidak mengedepankan rakyat, maka kebijakan pun sulit untuk berpihak pada rakyat.

Keracunan MBG terjadi akibat industri kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan para pemilik modal daripada keselamatan dan kesehatan rakyat. Tak heran, karena sistem kapitalisme sudah mengakar kuat dalam sendi-sendi kehidupan. Berkat sistem kapitalisme maka rakyat semakin jauh dari kata sejahtera. Sebaliknya para penguasa dan pemilik modal (kapital) akan semakin sejahtera dan kaya raya.

Ironi memang. Tapi faktanya itu yang dihadapi rakyat saat ini. Kesejahteraan rakyat akan dikesampingkan demi memuaskan para pemilik modal. Salah satu contoh nyatanya adalah kontrol dan pengawasan terhadap keamanan produk yang lemah. Sehingga pasar bebas membiarkan produk-produk berbahaya beredar luas tanpa kontrol ketat. Imbasnya rakyat berpeluang besar akan mengonsumsi produk yang berbahaya. Maka tak heran jika negara akhirnya gagal menjamin kualitas gizi generasi.

Ketika muncul kerugian pada rakyat, negara malah seakan berlepas tangan dari tanggung jawab. Seperti kasus keracunan MBG ini, malah muncul usulan untuk asuransi MBG. Justru ini makin menunjukkan adanya komersialisasi risiko, bukan memberikan solusi yang preventif. Sehingga jelas bahwa penerapan sistem kapitalisme terbukti membuat problematika rakyat semakin tambah sulit terpecahkan.

Dalam Islam, persoalan seperti ini sebenarnya sudah dijelaskan solusi. Islam mengatur segala aspek kehidupan, baik ekonomi, kesehatan, pendidikan, hukum dan politik.

Jika melihat pada sejarah masa lalu, saat sistem Islam diterapkan di tengah kehidupan masyarakat, terbukti mampu membawa rakyatnya mencapai kesejahteraan. Bahkan pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz tidak ada seorang pun yang miskin untuk diberikan subsidi atau zakat. Hal itu akibat dari kebijakan ekonominya yang berlandaskan pada syariat Islam sehingga mampu menuntaskan kemiskinan dan memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya.

Selain itu, konsep seorang pemimpin dalam Islam memiliki fungsi sebagai rain (pengurus/penggembala) sekaligus junnah (pelindung) bagi umat. Khalifah (pemimpin Islam) akan sungguh-sungguh melaksanakan kedua fungsi tersebut karena kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Subahanahu wa Ta'ala.

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Sehingga pemimpin dalam Islam bertanggung jawab penuh atas keamanan pangan dan gizi masyarakat. Tidak mungkin diserahkan kepada mekanisme pasar atau korporasi yang hanya mencari untung semata. Wallahu a'lam bish-showaf.***

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)