BANGKINANG, datariau.com - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Kabupaten Kampar, menggelar Gebyar Literasi Dispersip 2025 pada 2-4 September 2025. Acara ini dirangkaikan dengan peresmian Perluasan Gedung Layanan Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Kampar.
Salah satu agenda utama ialah Bedah Buku karya Ilham Afandi, Syaipul Bahri, indra Zoeynedi dan Andika Ilahi, yakni “Gandulo Datuok Tabano: Penjaga Tanah Paling Sulit Ditaklukkan” dan “Mohammad Amin: Sang Harimau Kampar.”
Kegiatan bedah buku ini dibuka secara resmi oleh Kepala Dispersip Kampar, Dr H Yuli Usman MAg, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya literasi sejarah bagi generasi muda agar tidak tercerabut dari akar perjuangan daerahnya.

Gandulo Datuok Tabano: Pahlawan V Koto yang Ditakuti Kolonial
Ilham Afandi menuturkan, Gandulo Datuok Tabano adalah tokoh yang menjaga V Koto Kampar yang merupakan wilayah yang disebut catatan kolonial Eropa sebagai daerah paling sulit ditaklukkan.
Catatan Portugis melalui perjalanan Tomas Dias dan Belanda lewat buku “Dwars Door Sumatera” karya JW IJzerman menegaskan sulitnya menundukkan V Koto Kampar. Baru setelah gugurnya Gandulo bersama para sahabat seperjuangannya Taiban Datuok Bandaro Sati, Karim Datuok Saibu Gaghang, dan Kociok Dubalang Kayo, untuk pertama kalinya Belanda berhasil mengibarkan benderanya di wilayah itu. Namun, penguasaan Belanda tidak pernah penuh karena administrasi dan urusan masyarakat tetap dipegang adat Tanah Andiko.
Perlawanan Gandulo juga tercatat dalam “Uittreksel uit het Rapport der Militaire Politie - Padang, 1899” yang tersimpan di Nationaal Archief, Den Haag. Arsip tersebut menyebut Gandulo seorang diri menewaskan 32 tentara Belanda. Ia juga dikenal sebagai pembunuh Clifford, pemimpin militer sekaligus insinyur pertambangan Belanda di Pulau Godang pada 1895. Gugurnya Gandulo Datuok Tabano pada 28 Agustus 1899 bahkan dilaporkan dalam berbagai surat kabar dan tabloid kolonial sezaman.
Mohammad Amin: Sang Harimau Kampar
Selain Gandulo, sosok Mohammad Amin juga mendapat sorotan. Ia dikenal sebagai Harimau Kampar karena perannya lintas zaman, mulai dari melawan Belanda, menghadapi Jepang, hingga mempertahankan kemerdekaan.
Mohammad Amin adalah orang pertama yang secara personal mengibarkan bendera Merah Putih di Pasar Usang Air Tiris pada 9 September 1945, hanya beberapa minggu setelah Proklamasi. Ia juga terlibat dalam perjuangan mempertahankan Republik Indonesia, mendukung Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bangkinang, serta mengamankan perundingan KTN-UNCI di Kuok melalui pasukan Harimau Kampar yang dibentuknya. Pasukan inilah yang kelak menjadi cikal bakal Brimob Republik Indonesia.
“Bayangkan seorang Mohammad Amin yang menjadi pengibar bendera pertama di Provinsi yang menjadi tulang punggung republik Indonesia (Riau), dan Gandulo Datuok Tabano yang perlawanannya diakui oleh kolonial sampai hari ini belum mendapat tempat atau dikenang di panggung nasional," kata Ilham dalam bedah buku.

"Saya berharap buku yang saya tulis bersama kawan-kawan ini menjadi acuan untuk pengajuan pahlawan Nasional. Jangan hanya hasil bumi Provinsi Riau yang Nasional, tetapi pahlawannya tidak Nasional. Jika dikomparasikan dengan Sisingamangaraja, Bung Tomo, dan lainnya, layak sekali mereka menjadi Pahlawan Nasional. Jangan sampai penganugerahan gelar pahlawan nasional ini hanya bersifat politis,” lanjutnya.