Ancaman Pemanasan Global Sudah di Depan Mata, Perlu Gerakan Individual dan Kolektif Menyelamatkan Bumi

datariau.com
1.482 view
Ancaman Pemanasan Global Sudah di Depan Mata, Perlu Gerakan Individual dan Kolektif Menyelamatkan Bumi

DATARIAU.COM - Bumi manusia mengalami krisis. Ancaman pemanasan global dan perubahan iklim di depan mata. Kita mengalaminya, tetapi belum menyadarinya secara kolektif.

“Tidak cukup kesadaran individual. Dibutuhkan tindakan kolektif dalam mengatasi krisis lingkungan," kata Prof Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina dalam diskusi publik “Ekologi Integral untuk Kita dan Pemimpin yang Peduli Lingkungan” yang diselenggarakan oleh Paramadina Center for Religion and Philosophy (PCRP), Jumat (19/5/2023).

Baca juga: Cuaca Panas, DPRD Pekanbaru Ingatkan Masyarakat Banyak Minum Air Putih


Budhy Munawar Rachman, Direktur PCRP menekankan pula keharusan gerakan kolektif, terutama dari kelompok agama dengan kolaborasi antar iman mennyuntikan kesadaran pada public untuk peduli pada lingkungan.

“Pemerintah pun perlu bertindak menuntut tanggung jawab sosial, dalam menjaga ekologi, dari perusahaan-perusahaan besar yang potensial melakukan destruksi ekologis. Masalahnya, ada kepentingan yang berjalin-kelindan antara politisi dan pengusaha,” katanya.

Budhy menawarkan, model gerakan Laodatu Si yang mana memulai pertobatan ekologis dimulai dari individu menuju gerakan kolektif menjaga bumi.

"Para calon pemimpin negeri ini perlu mengerti ekologi integral yang mengajarkan kesalingterhubungan Tuhan, alam dan manusia yang bisa jadi basis spiritual gerakan kolektif menjaga dan merawat alam," tegasnya.

Baca juga: Ekonomi Berkeadilan dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dunia Usaha


Aktivis lingkungan Swary Utami Dewi memaparkan, setiap tahun PBB mengadakan konferensi untuk mengajak negara-negara di dunia menyelamatkan bumi.

“Kerusakan ekologis bumi ini karena tangan manusia sejak revolusi industri. Efek rumah kaca menciptakan pemanasan global. Alih fungsi hutan memperparah kondisi,” paparnya.

Swary juga mengingatkan dampak suhu bumi yang panas. Terjadi perubahan iklim musim hujan tidak teratur, wilayah NTT semakin kering, misalnya, di Kalimantan Selatan terjadi kemarau basah, petani tidak tahu kapan musim tanam dan panen akibatnya, ancaman kerawanan pangan,” lanjutnya.

Selain itu lanjut Swary, semakin sering badai hebat, kebakaran hutan, mencairnya glasier dan es di kutub membuat permukaan laut semakin tinggi, mengancam kota-kota pantai dan pulau-pulau, dan wabah penyakit.

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)