DATARIAU.COM - Menkopolhukam Mahfud MD menanggapi klaim yang disampaikan oleh Veronica Koman yang mengaku timnya telah menyerahkan dokumen berisikan nama-nama tahanan politik dan korban tewas akibat konflik di Papua kepada Presiden Jokowi. Dokumen itu diserahkan ketika Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Canberra, Australia, pada 9 Februari lalu.
Menurut Mahfud MD, sudah menjadi hal yang biasa jika Presiden Jokowi bersalaman termasuk menerima surat dari masyarakat.
"Soal Koman itu saya tahu surat seperti itu banyak. Orang berebutan salaman kagum kepada presiden, ada yang kasih map, amplop, surat, gitu. Jadi, tidak ada urusan Koman atau bukan," kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).
"Kita ndak tahu itu Koman apa bukan. Semua surat dibawa, kan surat banyak," tambahnya.
Mahfud menuturkan rakyat biasa sering memberikan surat kepada Presiden Jokowi ketika melakukan kunjungan kerja. Namun terkait dokumen tahanan politik yang disebut-sebut diserahkan tim Veronica Koman, Mahfud menyebut dokumen itu merupakan sampah.
"Rakyat biasa juga kirim surat ke presiden, jadi itu anulah, kalau memang ada (dokumen dari Veronica), ya sampah sajalah. Ya mungkin benar aja dia kirim, mungkin sama dengan surat lain," ucap Mahfud.
Sebelumnya, Veronica Koman berstatus DPO Polda Jatim menyebut Presiden Jokowi telah memegang data nama tahanan dan korban tewas di Papua. Surat itu diberikan oleh timnya saat Jokowi berkunjung ke Australia.
"Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," kata Veronica melalui siaran pers, Senin (10/2), yang juga dimuat di akun Twitternya.
Pegiat HAM itu mengklaim ada 243 masyarakat sipil yang tewas akibat konflik di Papua. Tidak dijelaskan dari mana dia mendapat data itu namun ia menyebut jumlah korban itu berdasarkan data sejak Desember 2018.
"Kami juga menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian," ucap Veronica yang menetap di luar negeri ini.(*)