DATARIAU.COM - Di media sosial tersebar gemuruh bahagianya para pemimpin keluarga beserta anak istrinya telah mempersembahkan kurban terbaik tahun ini. Namun, sayangnya dengan biaya yang tidak sedikit, apakah ia akan menikmati segera pahalanya di akhirat kelak? Hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Sedikit mengusik pola pikir dan pola sikap pemimpin generasi saat ini, baik kepala rumah tangga, kepala daerah hingga kepala negara. Begitu antusias mengumpulkan harta, dan itu jelas baik. Namun sayang amat disayang, mereka lupa akan 4 jenis wanita yang akan ia pertanggungjawabkan kelak di akhirat, ibu mereka, saudari mereka, istri-istri mereka, dan anak-anak perempuan mereka.
Tidak sedikit terjadi pembiaran, kurangnya kepemimpinan mereka terhadap perempuan-perempuan yang diamanahkan dengan berbagai alasan. Mulai dari takut istri, tidak ingin mengekang, tidak mau merepotkan.
Padahal keempat jenis wanita yang disebutkan sebelumnya tadi akan sangat banyak menyusahkan mereka kelak di akhirat sebelum mereka menikmati pahala duniawi mereka di akhirat sana.
Perempuan dengan fitrahnya yang bengkok, syariat meletakkan kepemimpinan lelaki atasnya dengan berbagai sebab dan ragam perlakuan. Tidak memaksa hingga ia patah dan tidak membiarkan hingga ia terus menerus dalam kebengkokannya. Begitulah syari'at penjagaan perempuan diperdengarkan dalam Islam.
Memang perlu seni khusus dalam memimpin perempuan agar fitrahnya yang bengkok tidak menghalangi ia untuk turut taat pada syari'at Islam. Terutama dalam poin teramat penting yaitu menutup aurat mereka ketika berada di ruang publik.
Dalam Islam, kehidupan perempuan terbagi menjadi 3 ruang. Pertama, kamarnya. Di sanalah tempat ibadah paling besar pahalanya dan paling utama bagi perempuan. Jikapun ia ingin beribadah ke masjid, tentu harus mengikuti aturan syari'at pula agar tak rugi dunia dan akhirat. Di kamar, diperbolehkan ia membuka sebagian auratnya, dan inilah surga duniawinya perempuan.
Kedua, rumahnya. Rumah yang dimaksud di sini adalah rumah tempat ia dan mahromnya berada. Mahrom adalah orang yang tidak halal menikah dengannya. Ayahnya, mertua lelakinya, saudara kandung laki-lakinya. Di area rumah, perempuan boleh menampakkan auratnya 2/3 saja. Dari dada ke atas, hingga betis ke bawah. Itu boleh tampak. Dan sungguh banyak pakaian rumah (mihnah) yang bisa ia kenakan dengan indah, dari aneka daster unyu, hingga dress cantik lainnya. Dengan catatan tidak untuk dijadikan konten yang semua orang bisa melihat ia terbuka auratnya, walaupun ia di dalam rumahnya.
Ketiga, ruang publik. Di ruang inilah aurat perempuan hampir 98% wajib ditutupi secara sempurna. Bukan dibalut, sebagaimana buah nangka dengan karungnya. Bukan pula dengan pakaian tipis, sebagaimana dengannya lekuk tubuh tampak dan tembus pandang. Bukan pula yang full aksesoris, sehingga memfokuskan banyak mata untuk menatapnya.
Tapi pakaian yang menyelamatkan, sederhana, tidak mencolok, tidak pula dipercikkan wewangian yang berlebihan, dan yang boleh terlihat hanya telapak tangan (beserta punggung tangan) dan wajahnya saja. Selain dari itu terlarang untuk ditampakkan di ruang publik.
Ruang publik yang dimaksudkan, dibatasi dari sejak ia keluar dari pintu rumahnya, baik itu di masjid, di pasar, di kantor, di sekolah, dan dimanapun selain daerah rumahnya. Syari'at menutup aurat menjadi wajib baginya hingga ia kembali ke kamarnya.
Lelaki sebagai qowwam (pemimpin) hendaknya menyetarakan kewajiban syara' atas dirinya. Berkurban dengan kambing atupun sapi, ia mampu. Tapi, aurat perempuannya tidak ia perhatikan dan tidak ia anggap penting. Berapalah harga sehelai kerudung (khimar) penutup kepala hingga dada. Berapalah harga selembar gamis (jilbab) tebal untuk menutupi sekujur tubuh perempuannya. Berapalah harga sepasang kaos kaki dan sehelai celana inner untuk menutup aurat bawah perempuannya. Jika dibandingkan dengan harga 1 ekor kambing.
Jika problem mendasar kegagalan memimpin perempuan adalah pada ego perempuan, sudah selayaknya lelaki mencarikan dan mengajak perempuan dalam kepemimpinannya untuk dididik (pembinaan) dengan mendekatkan mereka pada majelis ilmu yang runut (sebut saja halaqah). Dan halaqah ini sejatinya telah banyak menyebar ke tengah-tengah umat baik itu melalui wadah komunitas peduli muslimah hingga taklim-taklim khusus yang sifatnya rutin dan terarah. Hingga muncul pola pikir dan pola sikap islami pada perempuan, yang dengannya ia terjaga di dunia dan akhirat.