DATARIAU.COM - Ustadz Khalid Basalamah selaku jamaah haji PT Muhibbah Mulia Wisata bersama seratusan jamaah lainnya merasa heran saat Ibnu Masud sebagai pemilik PT Muhibbah mengembalikan uang biaya haji khusus yang sebelumnya mereka bayarkan. Pengembalian uang itu tidak boleh ada dokumentasi dan kwitansi.
Atas kejanggalan itu, Ustadz Khalid Basalamah sampaikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga KPK meminta agar uang tersebut diserahkan untuk menjadi bukti nantinya. Ustadz Khalid lantas menyerahkan uang dari Ibnu Masud itu ke KPK.
KPK menyelidiki kasus korupsi kuota haji yang terjadi semasa Menteri Agama dijabat oleh Yaqut Cholil Qoumas, mantan menteri dari NU itu kini telah dicekal keluar negeri oleh KPK. Berbagai saksi dipanggil KPK untuk mencari siapa tersangka dari kasus korupsi kuota haji yang merugikan negara hingga Rp 1 triliun itu. Bahkan, PBNU sendiri sudah mendesak KPK untuk segera mengumumkan agar citra institusinya tak tergerus.
Ustadz Khalid Basalamah dalam podcast YouTube yang ditayangkan di kanal Kasisolusi menyebutkan, sudah menyerahkan sejumlah uang ke negara melalui KPK sebagai bagian dari penyelidikan. Uang itu adalah biaya haji yang sebelumnya dibayarkan ke PT Muhibbah dan belakangan dikembalikan oleh Ibnu Masud kepada para jamaah haji khusus melalui Ustadz Khalid.
Ustadz Khalid Basalamah mengaku akan kooperatif membantu KPK untuk mengungkap kasus ini. Ia telah memenuhi panggilan KPK sebagai saksi dalam perkara tersebut pada Selasa (9/9/2025).
Ustadz Khalid mengungkapkan bahwa dirinya pindah dari keberangkatan haji furoda menjadi haji khusus usai mendapatkan tawaran dari Ibnu Masud selaku pemilik PT Muhibbah Mulia Wisata.
“Saya posisinya tadinya sama jemaah furoda, terus kemudian kami sudah bayar furoda sudah siap berangkat furoda, tapi ada seseorang bernama Ibnu Masud yang pemilik PT Muhibah dari Pekanbaru, menawarkan kami visa ini (haji khusus),” kata Ustadz Khalid.
Ia memutuskan untuk berangkat ibadah haji menggunakan travel Muhibbah karena sosok bernama Ibnu Masud menyebut bahwa kuota haji tersebut resmi dari Kementerian Agama.
“Bahasanya Ibnu Masud kepada kami PT Muhibah kalau ini adalah kuota tambahan resmi 20.000 dari Kemenag. Karena dibahasakan resmi dari pihak Kemenag, ya kami terima,” ujarnya.
Khalid mengatakan, ada sekitar 122 orang jemaah haji yang ikut menggunakan haji khusus dari Travel Muhibbah. Dia pun merasa tertipu oleh Travel Muhibbah tersebut.
“Jadi posisi kami ini korban dari PT Muhibbah, yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud. Kami tadinya semua furoda. Ditawarkanlah untuk pindah menggunakan visa ini (haji khusus),” tuturnya.
Khalid mengatakan, fasilitas yang didapatkannya atas perjalanan haji bersama travel Muhibbah ini seperti haji khusus. “Fasilitas ya seperti furoda, bukan (seperti haji reguler), langsung ke VIP karena pakai (haji) khusus tadi,” ucapnya.
Menteri Agama Tidak Menjalankan Aturan
Kasus korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini bermula saat KPK menemukan penyimpangan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan untuk haji khusus dan haji reguler yang diberikan pemerintah Arab Saudi.
Haji reguler adalah pelaksanaan haji yang dikelola oleh Kementerian Agama, yang mengatur segala aspek perjalanan mulai dari transportasi, akomodasi, hingga pembimbing ibadah.
Sementara, haji khusus diselenggarakan oleh pihak swasta atau travel yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus. Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh dia.
KPK pun mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
Ustadz Khalid Korban Travel Haji PT Muhibbah
Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dian Sandi Utama, melihat dalam kasus ini Ustadz Khalid Basalamah justru sebagai korban. Hal itu ia tegaskan usai mendengar langsung penjelasan KB di sebuah podcast.
"Saya bukannya membela KB, tapi kalau dengar penjelasannya di Podcast, KB benar-benar korban penipuan dari travel yang terkoneksi dengan Kemenag," ujar Dian di X @DianSandiU, Selasa (16/9/2025).
Dian menjelaskan, Khalid Basalamah bersama rombongannya saat itu memilih menggunakan jalur resmi melalui travel haji. Bahkan, kata dia, hal tersebut sempat dikonfirmasi langsung ke pihak Kementerian Agama.
"KB bersama pengikutnya mau berangkat melalui travel tersebut karena jalur resmi. Jalur resmi yang dia konfirm ke orang Kemenag sebelum mengajak jamaahnya," tandasnya.
Ustadz Khalid Basalamah yang juga merupakan ketua asosiasi biro perjalanan haji bernama Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji) saat tampil di kanal YouTube Kasisolusi yang diunggah pada 13 September 2025 telah mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya.
Ia menceritakan pengalamannya sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama pada 2023-2024.
Apresiasi Untuk Ustadz Khalid
Terpisah, Mantan penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap memberikan apresiasi ke Ustadz Khalid Basalamah.
Apresiasi tersebut diberikan karena tindak dari ustadz Khalid yang menyerahkan uang terkait kasus kuota haji.
Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Yudi Purnomo Harahap mengungkap rasa apresiasinya itu.
“Ustad Khalid yang mengembalikan uang harus diapresiasi sebagai sikap saksi fakta yang kooperatif dan kejujurannya,” tulisnya dikutip Selasa (16/9/2025).
Lanjut, menurutnya tindakan yang dilakukan oleh Ustadz Khalid ini bisa menjadi bantuan yang luar biasa untuk KPK membongkar kasus ini.
Ia menyebut saat ini kebenarannya sudah begitu terang terkait kasus dugaan korupsi kuota haji ini.
“Membantu KPK membuat semakin terang modus dan pelaku jual beli kuota illegal yang harusnya untuk jamaah reguler,” tuturnya
“Jadi kita tunggu KPK tetapkan tersangka utama dalam kasus ini,” tandasnya.
Jamaah Haji Bayar ke PT Muhibbah USD 4.500
Ustadz Khalid Basalamah awalnya menyampaikan soal pengembalian uang ini melalui podcast Youtube Kasisolusi. Ustadz Khalid menyampaikan, total dana yang dipungut dari jamaah mencapai USD 4.500 × 118 jamaah ditambah USD 37.000. Namun belakangan uang itu dikembalikan Ibnu Masud sebagai pemilik PT Muhibbah kepada Ustadz Khalid lagi melalui staf, tanpa diperbolehkan didokumentasikan maupun tanda terima.
Ustadz Khalid yang merasa ada yang janggal terhadap pengembalian uang itu, terlebih dalam pelayanan haji oleh PT Muhibbah dinilai Ustadz Khalid sangat banyak masalah dan membuat para jamaah kecewa, maka Ustadz Khalid sudah memutuskan tidak ingin lagi bermuamalah dengan Ibnu Masud, yang akhirnya uang tersebut diserahkan Ustadz Khalid ke KPK usai dua kali ustadz memberikan kesaksian di KPK.
Awalnya, kata Ustadz Khalid, jemaahnya berangkat dengan menggunakan jalur furoda. Seluruh biaya perjalanan, mulai dari visa, hotel, hingga transportasi, sudah dibayarkan.
Namun ada tawaran dari pihak PT Muhibbah di Pekanbaru yang mengaku memiliki akses ke kuota tambahan 2.000. PT Muhibbah melalui Ibnu Masud menjanjikan jamaah bisa mendapatkan maktab eksklusif yang lebih dekat dengan Jamarat, dengan syarat membayar USD 4.500 atau sekitar Rp 73,8 juta per visa di luar biaya maktab.
"Oke. Ini resmi nggak? Kami tanya, resmi. Nah, bahasa dia begitu. Oke. Kalau resmi sekarang kalau kita head to head sama furoda, visa kami, visa furoda juga resmi dan akan berangkat. Berarti sebenarnya ini balance, belum ada nilai plus yang bisa membuat 'ah saya pindah aja deh' gitu kan. Kemudian tiba-tiba saja dia membahasakan juga kalau kuota itu bisa mendapatkan maktab VIP," jelas Ustadz Khalid.
Ustadz Khalid pun mengaku tertarik dengan tawaran itu. Apalagi visa yang ditawarkan pun dijamin resmi. "Ditawarkanlah di selembaran kertas itu maktab VIP zona A, zona B. Nah, maktab ini memang yang menarik buat kami karena maktab Furoda itu jauh sehingga ini bisa menjadi nilai plus selama visa itu resmi, kemudian tidak melanggar peraturan ya, kami pahami itu berarti legal terus kemudian dapat maktab VIP ini maktab VIP menarik nih karena dekat sekali sama jamarat maktab VIP itu biasanya di sana dikenal dengan zona biru waktu itu," jelas Ustadz Khalid.
Namun fasilitas yang dijanjikan tidak sesuai kenyataan. Awalnya maktab yang dijanjikan 111, tetapi kemudian dipindah ke maktab 115. Tenda yang seharusnya ditempati jamaah juga ternyata sudah dipakai pihak lain, sehingga rombongan harus berpindah lagi.
Usai diteliti, ternyata visa kuota tersebut seharusnya tidak berbayar, namun jamaah tetap dipungut biaya USD 4.500 per orang. Bahkan ada 37 jemaah yang diminta tambahan USD 1.000 agar visa mereka segera diproses.***
Sumber: wartakota.tribunnews.com, fajar.co.id, detik.com