DATARIAU.COM - Media sosial dihebohkan dengan meninggalnya salah satu santri Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah di Mojo, Kediri Jawa Timur bernama Bintang Balqis Maulana (14). Korban meninggal dunia diduga akibat dianiaya seniornya. Hal tersebut membuat bertambahnya catatan kelam pendidikan Indonesia, KemenPPPA turut berbela sungkawa serta Pakar Anak UM Surabaya juga ikut menanggapi kasus tersebut.
"Kami di jajaran KemenPPPA mengucapkan bela sungkawa yang mendalam
atas meninggalnya anak korban BB akibat kekerasan fisik atau
penganiayaan yang dialaminya ketika sedang mengenyam pendidikan di
Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah, Kediri. Kami juga sangat prihatin
kekerasan masih terus terjadi di pondok pesantren dan bahkan menyebabkan
korban meninggal," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak
KemenPPPA, Nahar, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip rmol.id pada Rabu (28/2/2024).
"Ini
menjadi alarm keras bagi institusi/lembaga keagamaan berbentuk boarding
school untuk lebih memberikan perlindungan kepada para santri mereka.
Kami berharap tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat kekerasan
yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan, khususnya pondok
pesantren," tambahnya.
KemenPPPA pun memastikan akan mengawal kasus ini. Salah satunya
berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Kediri dan
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Kabupaten Banyuwangi. Baik dalam hal pendampingan hukum maupun
psikologis.
"Kami akan terus
memantau dan memastikan bahwa anak korban dan keluarga mendapatkan
keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kami pun
siap memberikan bantuan pendampingan bagi keluarga korban, baik itu
pendampingan secara hukum maupun psikologis."
"Kami
berharap pihak-pihak berkepentingan lainnya pun menaruh perhatian
serius dalam upaya pencegahan terhadap kasus kekerasan di lingkungan
pendidikan dan pesantren agar tidak ada lagi anak yang menjadi korban
akibat adanya kekerasan dan penganiayaan," pungkas Nahar.
Sementara itu, Pakar Anak Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Holy Ichda Wahyuni mengatakan, keberadaan
pesantren secara historis memiliki peranan besar bagi dunia pendidikan
di tanah air. Pesantren adalah pelopor pendidikan masyarakat bahkan
sejak zaman kolonial. Pada penanaman nilai religiusitas, etika dan
moral, pesantren adalah majelis yang strategis untuk menjalankan peranan
itu. Namun, masyarakat terpukul dengan
maraknya berita perundungan di lingkungan pesantren, bahkan kerap
berujung pada jatuhnya korban hingga kematan.
Apa yang seharusnya
dilakukan. Dalam keterangannya Holy memberikan beberapa catatan sebagaimana dikutipum-surabaya.ac.id diantaranya:
Pertama, pihak pemerintah atau
dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) atau yang berwenang,
seharusnya lebih teliti dalam hal melakukan pembinaan pesantren beserta
perijinannya.
“Termasuk pengaturan sistem
pendidikan yang lebih ajeg, sebab baru-baru ini ketika riset di
lingkungan pesantren Jawa Timur, masih terdapat keluhan pengurus yang
ingin mendapatkan keajegan sistem tata laksana untuk pondok
pesantren,” ujar Holy Rabu (28/2/2024).
Kedua,
perlunya mengubah habitus dalam ajang orientasi santri baru, dengan
konsep acara yang lebih fun, tidak ada perpeloncoan yang berujung pada
dominasi dan praktik kekerasan oleh relasi senioritas. “Ketiga Pesantren penting sekali adanya ruang aduan santri, dengan pengoptimalan peranan guru konseling,”imbuh Holy.
Keempat, kecepatan dan kepekaan pihak pesantren dalam menyikapi persoalan santri. Holy
menegaskan, yang paling penting adalah peradigma dan persepsi yang
harus dibangun oleh semua sivitas pesantren, bahwa tidak ada normalisasi
bagi sebuah bullying berkedok gurauan.
“Bagi
orang tua, sikap peka itu juga sangat penting, apapun aduan dan keluhan
permasalahan anak, seyogyanya dapat direspon dengan bijak, memberikan
kepercayaan pada setiap cerita anak adalah hal yang sangat
penting,” pungkas Holy Dosen PGSD UM Surabaya tersebut.