Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan PTM 100 Persen

Ruslan
663 view
Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan PTM 100 Persen
Ilustrasi (Foto: Internet)

DATARIAU.COM - Pemerintah diharapkan meninjau ulang kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan kapasitas siswa 100 persen yang dimulai pada Januari 2022.

Situasi pandemi yang belum berakhir ditambah dengan masuknya varian Corona B.1.1.529 atau Omicron yang dapat menular lebih cepat, seharusnya dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Jangan sampai, keinginan pemerintah agar PTM diselenggarakan demi mengatasi learning loss justru berpotensi menimbulkan gelombang ketiga penularan Covid-19 yang tidak diharapkan oleh semua pihak.

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban menilai, Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 yang mengatur PTM dengan kapasitas siswa 100 persen, kurang cocok diterapkan untuk saat ini.

Diketahui, SKB tersebut terbit pada 21 Desember 2021 atau lima hari setelah kasus pertama varian Omicron ditemukan di Tanah Air. Sehingga, menurut dia, SKB tersebut belum mengikuti perkembangan terbaru Covid-19.

"Jadi SKB 4 Menteri dibuat tertanggal 21 Desember, berarti bahannya sebelum tanggal itu sudah benar SKB-nya pada waktu itu. Tapi kalau diterapkan sekarang kurang cocok," kata Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/1/2022).

Ia menilai, semestinya kebijakan terkait PTM di sekolah dapat dibuat lebih dinamis. Dalam hal ini, kebijakan harus dibuat mengikuti situasi yang berkembang pada saat ini.

Di sisi lain, Zubairi mendorong agar Kemendikbud Ristek tetap membuka opsi pembelajaran jarak jauh atau secara daring serta melibatkan keputusan orangtua peserta didik.

"Menurut saya karena naik (kasus omicron), ya menurut saya jangan 100 persen, diberi opsi kembali 50 persen dan orangtua dapat pilihan untuk daring," ucap dia.

Diketahui, pemerintah tetap memutuskan melaksanakan PTM 100 persen kepada siswa dengan dalih situasi pandemi yang sudah mulai membaik dibandingkan beberapa bulan terakhir.

"Dalam beberapa bulan terakhir tahun 2021, sudah banyak progres kondisi pandemi (Covid-19) juga membaik, situasi PPKM juga menurun,” kata Sekjen Kemendikbud Ristek Suharti dalam “Webinar Penyesuaian Kebijakan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Tahun 2022”, Senin (3/1/2022).

Menurut Suharti, pandemi telah memberikan dampak negatif bagi dunia pendidikan. Tak sedikit mahasiswa yang justru absen mengikuti kegiatan belajar daring.

Di sisi lain, angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar (SD) justru melonjak.

Senada dengan IDI, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga mendorong pemerintah menerapkan metode pembelajaran hybrid, yaitu 50 persen pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online dan 50 persen PTM.

Sebab, kata ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso, tidak semua orangtua sepakat anak-anak mereka mengikuti PTM terbatas di masa pandemi.

Selain karena belum yakinnya orangtua dengan penerapan protokol kesehatan di sekolah, juga masih banyak anak-anak yang belum divaksinasi.

Piprim menyarankan agat tidak ada pemaksaan sekolah tatap muka terbatas jika orangtua tidak memberikan persetujuan.

"Jadi pihak sekolah tidak bijak nantinya kalau semua harus masuk (PTM). Yang bertanggung jawab itu orangtua maka harus dilibatkan juga keputusan orangtua dihargai," kata Piprim saat dihubungi.

Di sisi lain, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong Kemendikbud Ristek, Kementerian Agama serta dinas pendidikan di seluruh Indonesia agar pelaksanaan PTM 100 persen menunggu tren penurunan mobilitas masyarakat setelah libur Natal dan tahun baru.

Komisioner KPAI Retno Listyarti juga mendorong agar pemerintah menunda penerapan PTM bagi anak TK dan SD sebelum mereka mendapatkan vaksinasi lengkap 2 dosis.

"Hal ini demi menjamin pemenuhan hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak Indonesia saat PTM digelar," jelas Retno.

Desak vaksin merata

Ahli epidemiologi Indonesia di Griffith University Dicky Budiman menekankan, pentingnya opsi pembelajaran daring tetap dilaksanakan dalam situasi seperti saat ini.

"Tentunya opsi sekolah daring itu tetap harus ada sebagaimana opsi work from home bagi para pekerja, itu harus ada," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

"Ini belum selesai pandemi Covid-19 dan kita punya potensi gelombang ketiga," sambungnya.

Ia menambahkan, beberapa peserta didik dan tenaga pengajar bahkan ada yang baru mendapatkan vaksinasi Covid-19. Sehingga, masih memerlukan waktu untuk membentuk antibodi.

Lebih jauh, Dicky mengingatkan bahwa melonjaknya angka penularan Covid-19 dapat memberikan efek dampak panjang. Selain itu, tidak sedikit negara yang harus mengalokasikan anggaran besar untuk menangani pandemi, tak terkecuali Indonesia.

Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah memberikan opsi yang dapat memberikan keamanan bagi masyarakat.

"Saya ingatkan bicara opsi di masa pandemi tidak bisa rigid kita harus punya opsi yang memfasilitasinya bagi yang terbatas kondisinya dan ini salah sau upaya untuk mengurangi perburukan pandemi," ucap dia.

JIKA MENEMUKAN BERITA KAMI TIDAK SESUAI FAKTA, SEGERA HUBUNGI 0813 3966 1966 (Chat WhatsApp Only)