DATARIAU.COM - Sungguh ironis, Indonesia yang dijuluki negeri yang gemah ripah loh jinawi dilanda kemiskinan ekstrem. Indonesia yang memiliki kekayaan alam berlimpah baik di daratan dan lautan seyogyanya layak menjadi negara yang makmur. Kesejahteraan rakyat, keamanan, mudahnya untuk mendapatkan akses pelayanan pendidikan dan kesehatan seharusnya dirasakan oleh rakyat negeri ini dari Sabang sampai Merauke.
Sayangnya, harapan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat hanya berhenti pada slogan dan visi misi. Kenyataannya saat ini rakyat hanya menjadi objek eksploitasi para caleg dan capres 5 tahun sekali. Janji-janji kampanye berakhir dengan berakhirnya pemilu. Tak ada realisasi janji meski anggota legislatif atau presiden telah dilantik. Yang ada rakyat justru disuguhi dengan naiknya harga beras dan bahan-bahan pangan lain. Belum lagi rakyat dibebani dengan naiknya TDL (Tarif Dasar Listrik) dan BBM (Bahan Bakar Minyak), dicabutnya subsidi gas, pupuk dan lain-lain.
Kondisi demikian justru memperparah kondisi rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Inilah yang pada akhirnya membentuk gurita kemiskinan ekstrem. Apalagi pemerintah memperkirakan kemiskinan ekstrem bakal melonjak pada penghujung masa pemerintahan Jokowi. Hal demikian diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa ketika rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Suharso menjelaskan bahwa dalam metode penghitungan kemiskinan ekstrem pemerintah masih menggunakan angka US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Kalau dirupiahkan dengan kurs mata uang saat ini bahwa terkategori keluarga miskin jika pendapatannya sekitar Rp. 29.639 per hari. Padahal secara global sudah pada level US$ 2,15 PPP per hari.
Jika menggunakan basis perhitungan US$ 1,9 PPP saja pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya. Sedangkan bila basis perhitungan merujuk secara global, yakni US$ 2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024, atau 3,35 juta orang per tahunnya.
Nyatanya pemberian bantuan sosial yang diklaim pemerintah akan mampu memberantas kemiskinan ekstrem justru menimbulkan masalah baru. Diantaranya kerawanan korupsi, menjadi alat politisasi atau yang sedang familiar dengan istilah 'gentong babi', bantuan yang tidak tepat sasaran karena data yang amburadul dan kenaikan harga pangan di pasaran.
Kemiskinan ekstrem nyatanya bukan hanya menjadi problem di tanah air ini, tetapi juga menjadi problem dunia. Menurut Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, Natalia Winder Rossi, secara global, terdapat 333 juta anak yang ternyata hidup dalam kemiskinan ekstrem. Mereka berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi. (kumparan.com, 15/02/2024)
Untuk di Pekanbaru saja ada hampir 4.000 warga mengalami kemiskinan ekstrem dan kesulitan air bersih. Dinas Sosial (Dinsos) Kota Pekanbaru mendata jumlah warga Pekanbaru yang mengalami miskin ekstrem mencapai 3.926 jiwa. Mereka termasuk dalam 708 kepala keluarga atau KK di Pekanbaru. (riauonline.co.id, 15/08/2023).
Kemiskinan ekstrem yang terjadi saat ini baik di Indonesia dan dunia secara global, menandakan adanya persoalan sistemik yang dihadapi dunia. Sumbernya tidak lain adalah karena diterapkannya sistem kapitalis - sekuler yang hanya membuat kesenjangan semakin jauh antara si kaya dan si miskin. Sistem kapitalis-sekuler jugalah yang membuat negara-negara pengusungnya membenarkan pemasokan senjata untuk mendukung sekutu-sekitunya melakukan perang dan genosida, misalnya yang terjadi di Gaza saat ini.
Kondisi perang dan abainya negara dalam memberikan perlindungan sosial dan jaminan kesejahteraan rakyat tentu berdampak pada anak. Anak-anak yang merupakan generasi masa depan akan mengalami banyak problem kehidupan. Apalagi perlindungan sosial negara selama ini ibarat tambal sulam sistem ekonomi kapitalis yang tak akan membuat generasi sejahtera.
Sistem kapitalis sekuler justru memberi kebebasan dalam kegiatan ekonomi sehingga pengusaha dapat menguasai hajat hidup rakyat termasuk menguasai sumber daya alam. Negara hanya berperan sebagai regulator. Pengusaha atau kapitalis jelas hanya akan mengambil untung, sementara rakyat tetap hidup dalam garis miskin, tak terkecuali penduduk yang tinggal di dekat daerah tambang. Sudahlah lingkungan hidup mereka dirusak, mata pencaharian sehari-hari dirampas. Kondisi ini jelas akan menjadi ancaman terhadap keselamatan generasi dan masa depan bangsa.
Islam mewajiban negara mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme yang sudah ditetapkan dalam sistem Islam. Perlindungan generasi menjadi prioritas negara melalui berbagai kebijakan negara. Dalam sistem Islam, distribusi pangan, sandang, papan dan kebutuhan asasi lain seperti pendidikan, kesehatan, keamanan menjadi prioritas negara.
Negara Islam benar-benar akan memastikan tidak adanya penumpukan kekayaan di tengah masyarakat. Individu per individu rakyat akan dipastikan pemenuhan kebutuhannya. Karena pada hakikatnya problem ekonomi yang sesungguhnya adalah kemiskinan yang menimpa individu (kemiskinan individual), bukan kemiskinan yang menimpa negara (kemiskinan kolektif). Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok setiap individu.
Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Allah SWT berfirman: "...supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian " (QS Al-Hasyr : 7)
Dari sini jelas bahwa Negara Islam akan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat yaitu dengan memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Maksud dari pemberian harta tersebut bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat temporal, tetapi sebagai sarana untuk memenuhinya, dengan terpenuhinya kepemilikan atas kekayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Negara juga akan melarang penimbunan emas dan perak atau uang. Karena apabila seseorang telah menyimpan uang atau menimbun emas dan perak maka orang yang bersangkutan hakikatnya telah menarik uang, emas atau perak dari pasar. Hal ini pasti akan mengakibatkan minimnya jumlah pendapatan orang lain. Penimbunan uang secara pasti akan mengakibatkan pengangguran serta menurunkan tingkat perekonomian karena minimnya pendapatan masyarakat.
Menimbun emas dan perak telah diharamkan oleh Islam dengan nash Al-Qur'an yang tegas. Allah berfirman: "Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, beritahulah mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS at-Taubah: 34).
Demikianlah sempurnanya Islam dalam mencegah kemiskinan ekstrem. Wallahu a'lam bi ash shawab. ***