DATARIAU.COM - Selama ini kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat saat membayar zakat, baik itu melalui masjid maupun langsung kepada mustahiq (penerima zakat), dianjurkan melafazkan ucapan tertentu seperti memberitahu bahwa beras tersebut adalah zakat dirinya dan keluarga. Ternyata dalam syariat tidak diperlukan untuk mengucapkan lafaz tersebut.
Bahkan, sorang saat membayar atau menyerahkan zakat fitrah kepada mustahiq tidak memberitahu bahwa beras yang dibayarkan adalah zakat dirinya dan keluarganya dengan alasan menjaga perasaan penerima zakat. Apakah membayar zakat seperti ini sah?
Jawaban:
Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du.
Memberitahu pemberian zakat kepada orang yang berhak menerimanya, bukan tergolong syarat sah zakat atau rukun zakat, sama sekali bukan kewajiban yang berkaitan dengan zakat. Bahkan dihukumi makruh oleh sebagian ulama seperti sejumlah ulama mazhab Maliki, Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka menilai makruh, karena alasan sama yang disampaikan dalam pertanyaan di atas, yaitu demi menjaga perasaan penerima zakat.
Di dalam Al-Qur’an pun, Allah telah mengajarkan kita untuk tidak merusak pahala sedekah dengan melukai perasaan orang yang kita beri sedekah. Dan zakat, tergolong sedekah yang wajib.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima. Seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah: 264)
Keterangan ini senada dengan penjelasan para ulama di bawah ini :
Imam Nawawi rahimahullah.
Beliau mengatakan, Bila pemilik harta atau yang lain, membagikan zakat kepada yang berhak menerima, lalu ia tidak memberitahu kepada penerima bahwa ini zakat, ia tidak sama sekali berbicara tentang itu, maka zakatnya sah. Inilah pendapat yang benar dan populer di kalangan ulama. Dipegang oleh mayoritas ulama. Imam Al-Haramain Al-Juwaini dan yang lainnya, telah menegaskan hal ini. (Al-Majmu’ 6/233)
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah:
Beliau menerangkan, “Memberikan zakat kepada orang yang disangka fakir, tidak perlu mengabarkan bahwa ini zakat.
Hasan mengatakan, “Dengan mengabarkan zakat kepada penerima, apakah anda ingin menghinanya?! Aku pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Seorang membagikan zakat kepada penerima apakah perlu mengabarkan ini pembagian zakat atau cukup diam saja tidak mengabarkan?”
Beliau menjawab, “Mengapa kita cela dia dengan pengkhabaran itu?! Berikan kemudian diam saja. Tidak perlu menghinakan dia.” (Al-Mughni 2/508)
Syekh Ahmad bin Muhammad Ad-Dasuqi rahimahullah
Di dalam “Syarhul Kabir Lis Syekh Ad-Dardiri (1/500)” beliau mengatakan, “Membagikan zakat tidak disyaratkan mengabarkan kepada penerima bahwa ini zakat. Atau memberitahu kepadanya bahwa ini zakat. Bahkan Al-Laqoni mengatakan, “Makruh mengabarkan zakat kepada penerima. Karena hal tersebut dapat menyakiti hati kaum fakir. Dan ini benar adanya. Berbeda dengan pendapat fikih yang menyatakan bahwa pemberitahuan adalah syarat.”
Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah, beliau pernah ditanya tentang hukum memberikan zakat tanpa mengabarkan kepada penerima bahwa ini zakat.
Syekh menjawab, Tidak mengapa memberikan zakat kepada yang berhak, tanpa memberi tahu bahwa pemberian ini adalah zakat. Ini dilakukan bila kebiasaan si penerima, legowo menerima zakat. Namun jika penerima dikenal orang yang tidak mau menerima zakat, maka wajib memberitahu. Sehingga jelas padanya alasan memberikan pemberian itu, setelah itu terserah dia apakah menerima atau menolak.” (Majmu’ Fatawa Syekh Ibnu ‘Utsaimin, jilid 18, soal no. 229)
Wallahua’lam bish showab. ***
Source: konsultasisyariah.com