DATARIAU.COM - Praktik penangkapan ikan destruktif telah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan sumber daya kelautan Indonesia.
Metode yang tidak ramah lingkungan ini mencakup berbagai teknik penangkapan ikan yang secara langsung merusak habitat laut, menghancurkan terumbu karang, dan mengancam keragaman hayati laut.
Bom ikan menjadi salah satu metode paling merusak dalam praktik destruktif fishing. Nelayan yang menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan tidak sekadar membunuh target tangkapan, tetapi juga menghancurkan seluruh ekosistem di sekitarnya.
Ledakan bom tidak hanya membunuh ikan yang berada di area ledakan, tetapi juga merusak terumbu karang, membunuh biota laut, dan merusak struktur dasar laut yang membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk pulih.
Racun sianida adalah metode destruktif lainnya yang sama mematikan. Untuk menangkap ikan hias atau ikan karang yang bernilai tinggi, para nelayan menyemprotkan racun sianida ke area terumbu karang.
Hasilnya adalah kerusakan total ekosistem: karang mati, ikan terbius, dan habitat laut yang kompleks hancur dalam sekejap. Ironisnya, hanya segelintir ikan yang berhasil ditangkap, sementara ribuan organisme lain ikut musnah.
Pukat harimau (trawl) juga menjadi salah satu metode destruktif yang paling meresahkan.
Jaring besar yang menyapu dasar laut ini tidak hanya menangkap ikan target, tetapi juga merusak habitat dasar laut, mengambang biota kecil, dan menghancurkan ekosistem dasar laut.
Praktik ini tidak ubahnya seperti membajak hutan dengan traktor, meratakan segala kehidupan di jalurnya.
Dampak destruktif fishing jauh melampaui sekadar kehilangan sumber daya perikanan. Kerusakan terumbu karang mengancam mata pencaharian jutaan nelayan tradisional, mengganggu rantai makanan laut, dan berdampak langsung pada ketahanan pangan masyarakat pesisir.
Terumbu karang yang rusak berarti hilangnya habitat pembesaran ikan, tempat berlindung, dan area reproduksi berbagai spesies laut.
Pemerintah dan masyarakat memiliki peran kunci dalam mengatasi persoalan ini. Diperlukan pendekatan komprehensif yang mencakup penegakan hukum yang tegas, pemberian alternatif mata pencaharian bagi nelayan, serta edukasi berkelanjutan tentang pentingnya pelestarian ekosistem laut.
Solusi tidak datang dari sektor perikanan semata, tetapi membutuhkan kolaborasi lintas pemangku kepentingan.
Perguruan tinggi dapat mengembangkan teknologi penangkapan ramah lingkungan, pemerintah membuat regulasi ketat, LSM melakukan pendampingan, dan masyarakat berperan aktif dalam pengawasan.
Laut adalah warisan yang tidak ternilai. Setiap kerusakan yang kita lakukan hari ini akan menentukan masa depan ekosistem laut dan kehidupan manusia.
Sudah saatnya kita menghentikan praktik destruktif fishing dan memulihkan keseimbangan alam yang telah lama kita rusak.
Inilah saat kita membuktikan bahwa manusia bukan perusak, melainkan pelindung ekosistem laut Indonesia.***
Penulis: M. Radiva Adha (Mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau)